|
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam terus berusaha keras untuk mengembangkan masa depannya yang
lebih cerah dengan melaksanakan transformasi dirinya menjadi suatu “masyarakat
belajar”, yakni suatu masyarakat yang memiliki nilai-nilai dimana belajar
merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap ada kesempatan bagi setiap
warga negara. Sebagai agama yang suci Islam akan terus berupaya untuk selalu
menuntut ilmu, karena kesempurnaan agama Islam akan lebih optimal jika Islam
mau terus belajar. Banyak sekali ilmu pengetahuan Islam yang dibenarkan oleh
para ilmuwan. Ini menunjukkan bahwa agama Islam sudah sangat sempurna hanya
saja umat Islam sendiri belum mampu menguasai ajaran yang diturunkan oleh
Allah.
Banyak sekali umat Islam yang mengabaikan ajaran agamanya sehingga
mereka lebih menguasai ilmu dunia. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena
arus globalisasi yang tidak kenal dengan batas dan tempat. Globalisasi
sangatlah berdampak bagi kehidupan manusia, baik itu dampak baik maupun dampak
buruk. Dampak baiknya bisa berupa mempermudah kita berdakwah dengan cepat, bisa
mencari informasi dengan cepat. Disamping itu juga berdampak sangat buruk
misalnya proses westernisasi yang tanpa disadari akan sangat mudah masuk ke
negara yang berkembang di negara kita. Jika hal ini sudah terjadi maka sudah pasti
untuk menyebarkan ilmu pendidikan Islam akan semakin susah.
1
|
Nah, untuk menanggulangi hal ini, maka kita sangat membutuhkan
suplemen ampuh yang mampu membasmi masalah tersebut. Ilmu pendidikan Islam
sangat dibutuhkan untuk menjadi suplemen bagi kita. Karena degan adanya ilmu
ini, maka akan mudah bagi kita untuk melakukan sesuai degan yang diajarkan
agama kita. Dan secara otomatis maka akan semakin sulit bagi orang kafir untuk
memecahkan persatuan kita.
B.
Rumusan
Masalah
ü Apa yang dimaksud dengan ilmu pendidikan Islam?
ü Bagaimana perkembangan ilmu pendidikan Islam?
ü Apa-apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup pendidikan Islam?
ü Bagaimana perkembangan ilmu pendidikan Islam?
ü Apa-apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup pendidikan Islam?
C.
Tujuan
ü Mengetahui pengertian ilmu pendidikan Islam
ü Mengetahui fungsi ilmu pendidikan Islam
ü Mengetahui ruang lingkup ilmu pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Pendidikan Islam
Sistem pendidikan Islam merupakan tiga kata yang memiliki makna
tersendiri dan apabila disatukan maka akan mendapat makna baru. Kata yang
pertama adalah kata sistem.
Sistem menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan seh
|
Sedangkan
menurut beberapa para Ahli:
1.
Menurut Gordon B. Davis;
Sebuah sistem terdiri dari bagian-bagian yang
saling berkaitan yang beroperasi bersama untuk mencapai beberapa sasaran dan
maksud.
2.
Menurut Webster's Unabridged;
Sistem adalah elemen-elemen yang saling
berhubungan membentuk satu kesatuan atau organisasi. Dan masih banyak lagi
pengertian sistem menurut para ahli.
Pendidikan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan.
Sedangkan
menurut para ahli
Kohnstamm
dan Gunning (1995): Pendidikan adalah pembentukan hati nurani. Pendidikan
adalah proses pembentuka
3
|
H.H Horne: Dalam
pengertian luas, pendidikan merupakan perangkat dengan mana kelompok sosial
melanjutkan keberadaannya memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan
ideal-idealnya.
Jadi sistem pendidikan Islam adalah sebuah sistem
pendidikan yang mengutamakan pendidikan Islam. Hampir seluruh aktivitas dalam
pendidikan akan dikaitkan dengan ajaran Islam. Dalam proses pembelajaran,
panduan utama adalah Al-Qur'an dan hadis.
B. Tujuan Pendidikan Islam
Dalam kehidupan kita, semua tindakan adalah dimulai dengan adanya
niat dan tujuan. Tanpa adanya tujuan maka semua aktivitas yang dilakukan tidak
akan bisa selesai dengan yang diharapkan. Sementara itu hidup tanpa tujuan
hanya akan membuat kita tidak tau arah harus ke mana dan bagaimana untuk menjalani
hidup. Begitu juga dalam istilah pendidikan, semuanya harus memiliki tujuan.
Berbicara tentang tujuan pendidikan, erat kaitannya dengan tujuan
hidup manusia. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan alat yang digunakan
manusia untuk memelihara kehidupannya dalam hal individu maupun masyarakat.
Oleh karena itu, tujuan pendidikan harus diarahkan sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan yang sedang dihadapi. Seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Athiyah
Al-Abrasyi bahwa tujuan utama dari pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak
dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral, berjiwa
bersih, pantang menyerah, bercita-cita tinggi, dan berakhlak mulia baik
laki-laki maupun perempuan. Selain itu, juga mengerti juga mengerti dengan kewajiban
masing-masing, dapat membedakan baik dan buruk, mampu menyusun skala prioritas,
menghindari perbuatan tercela, mengingat tuhan, dan mengetahui dalam setiap
pekerjaan apa yang dilakukan.[1]
Tujuan pendidikan Islam juga merupakan sebagai suplemen dalam
kehidupan orang-orang yang beriman. Semua orang pasti menginginkan dirinya
menjadi orang yang penting dalam hidup orang lain. Menguasai ilmu agama dan
ilmu yang lainnya sangatlah nikmat karena kita pada dasarnya semua cabang ilmu
adalah melahirkan kenikmatan serta kebahagiaan dan apabila diiringi dengan ilmu
agama semua kegiatan yang kita lakukan akan terarah.
C. Pendidik (Guru)
Menurut bahasa guru artinya orang yang pekerjaannya mengajar.[2] Menurut
ahli bahasa Belanda, J.E.C. Gericke dan T. Roorda, seperti yang dikutip oleh
Hadi Supeno, menerangkan bahwa guru adalah kata yang berasal dari bahasa
Sansekerta yang artinya berat, besar, penting, baik sekali, terhormat, dan
pengajar.[3]
Banyak sekali konteks dalam pendidikan Islam yang mengacu pada
pengertian guru, seperti Murabbi, mu ’alim, dan mu’addib. Ketiga
kata tersebut memiliki fungsi penggunaan yang berbeda-beda. Disamping itu, guru
kadang disebut melalui gelarnya, seperti Al-Ustadz, dan As-Sheikh.[4]
Dalam hal ini dibahas secara luas oleh Abudin Nata, yaitu kata ‘alim
(bentuk jamaknya adalah ‘ulama’) atau mu ’alim, yaitu orang yang
mengetahui. Selain itu ada istilah lain, yaitu Mudarris yang berarti
pengajar (orang yang memberi pelajaran). Namun secara umum, Mu’alim lebih
banyak digunakan daripada kata Mudarris. Sementara itu, kata mu’addib
merujuk kepada guru yang secara khusus mengajar di istana. Lain halnya
dengan kata Ustadz yang mengacu kepada guru yang khusus mengajar agama
Islam. Terakhir, Sheikh digunakan untuk merujuk kepada guru dalam bidang
tasawuf.[5]
Guru merupakan komponen yang sangat penting dalam proses belajar
mengajar. Keahlian guru dalam bidangnya juga tidak kalah penting karena apabila
guru dalam sebuah bidang mengajarkan bidang yang lain, maka proses belajar
mengajar tidak akan terlaksana dengan sempurna. Disamping itu kualitas
murid-muridnya akan sangat rendah karena ia mengajar apa yang kurang ia pahami.
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِ هُرَيْرة قال: قل رسول الله صلي
الله عليه وسلم أِذَا وُسِّدَ الأَمرُ أِلَي غًيْرِ أَهْلِهِ فانتَظِرِ السَّاعَةَ
Dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah saw bersabda, “apabila suatu
perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saat
kehancurannya.”’ (HR. Al-Bukhari)
D. Peserta Didik (Murid)
Murid merupakan komponen kedua yang sangat penting setelah guru. Murid
dan guru adalah syarat minimal harus ada dalam proses pendidikan baik
pendidikan umum maupun pendidikan Islam. Murid berhak menerima ilmu dari guru
sementara guru berhak dihormati oleh muridnya.
Peserta didik harus berupaya semaksimal mungkin untuk mencari ilmu
serta memahaminya. Al-Ghazali menganjurkan untuk mendalami satu cabang ilmu
agama karena membawa kepada kebahagiaan abadi.[6]
Orang yang mempelajari berbagai macam ilmu biasanya tidak akan maksimal karena
kemampuan manusia terbatas.
Dalam diri peserta didik akan mendapat pendidikan secara optimal
jika serius dalam proses belajar-mengajar. Dalam konteks ini yang paling
berpengaruh adalah:
1. Perhatian
Menurut stern, 1950: Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis
tertuju kepada suatu objek.
2. Pengamatan
Pengamatan adalah sebuah proses dalam memperhatikan suatu objek. Ini
banyak terjadi pada kasus penelitian.
3. Ingatan
Ingatan adalah kecakapan dalam menerima, menyimpan dan memproduksi
suatu ilmu-ilmu yang diperoleh dari sang guru/ ustadz.
E. Kurikulum Pendidikan Islam
Secara etimologi, kurikulum adalah kata yang berasal dari bahasa
Yunani, yaitu curir yang artinya pelajari dan curere yang artinya
jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Tidak jauh berbeda dengan bahasa
Prancis, yaitu courier yang artinya berlari. Itulah arti dari asal kata
kurikulum dalam bidang olahraga. Sementara dalam bidang pendidikan, kurikulum
diartikan sebagai kumpulan subjek yang diajarkan di sekolah atau arah suatu
proses belajar. Selain itu, kurikulum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah susunan rencana pembelajaran.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum
merupakan landasan yang digunakan oleh seorang guru untuk membimbing muridnya
ke arah tujuan pendidikan yang diinginkannya. Kurikulum harus sistematis agar
murid dengan maksimal bisa memahami pelajaran serta agar kualitas murid yang
dihasilkan adalah kualitas yang tinggi.
Dalam
Alquran dan Hadis ditemukan kerangka dasar yang dapat dijadikan sebagai pedoman
operasional dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum pendidikan Islam,
yaitu:
1.
Tauhid
Tauhid
sebagai kerangka dasar utama kurikulum harus dimantapkan sejak masih bayi, di
mulai dengan memperdengarkan kalimat-kalimat Tauhid seperti azan atau iqamah
terhadap anak yang baru dilahirkan. Bila dianalisis materi azan yang
dikumandangkan adalah materi pendidikan Islam awal yang diberikan kepada
seorang anak dalam transformasi dan internalisasi nilai dalam pendidikan Islam,
agar anak senantiasa ter-bimbing ke suasana selaras dengan hakikat penciptanya
sebagai pengabdi kepada Allah.
2.
Perintah membaca
Membaca
merupakan alat sistem perhubungan yang merupakan syarat mutlak terwujudnya dan
berkelanjutan dalam suatu sistem sosial.
Firman
Allah SWT:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Artinya:
“Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajarkan (manusia)
dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (QS. Al-A’laq {96}: 1-5).
Pada
masa Nabi s.a.w. [611-632 M/12 SH-11 H] kurikulum pendidikan terdiri dari:
membaca Alquran, keimanan (rukun iman), ibadah (rukun Islam), akhlak, dasar
ekonomi, dasar politik, olah raga dan kesehatan (pendidikan jasmani), membaca
serta menulis.
Pada
masa Khulafaurrasyidin [632-661 M/12-41 H] dan masa bani Umayyah [661-750
M/41-132 H] kurikulum itu telah bertambah. Secara ringkas, kurikulum pendidikan
Islam pada masa ini adalah sebagai berikut:
Di
kuttab, diberikan pelajaran membaca Alquran dan menghafalkannya, menulis,
ibadah, dan akhlak.
Di
sekolah tingkat menengah dan tinggi, pengajaran mencakup: Alquran dan
tafsirnya, hadis dan pengumpulannya, fiqh.
Peradaban
Islam mengalami puncak keemasan pada pemerintahan al-Ma’mun (813-833 M), yaitu
ketika orang-orang Islam menerjemahkan buku-buku Yunani, Persia, India ke dalam
bahasa mereka. Proyek besar ini bukan merupakan barang mubazir yang hanya
menghiasi rak buku khalifah, tetapi sejarah telah membuktikan dengan lahirnya
para sarjana Muslim dari berbagai disiplin ilmu yang namanya masih dikenang
hingga saat ini.
Secara rinci
kurikulum yang diajarkan pada tingkat pendidikan rendah meliputi:
a)
Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya.
b)
Pokok-pokok agama Islam, seperti wudu, shalat, dan puasa.
c)
Menulis.
d) Kisah
orang-orang yang besar.
e)
Membaca dan menghafal syair-syair.
f)
Berhitung.
g)
Pokok-pokok nahwu dan Sharaf.
Pada
jenjang pendidikan menengah terdapat pelajaran-pelajaran sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an.
2.
Bahasa Arab dan kesusasteraan.
3. Fiqh.
4.
Tafsir.
5.
Hadis.
6.
Nahwu/Sharaf/balaghah.
7.
Ilmu-ilmu kealaman.
8.
Kedokteran.
9. Musik.
Kurikulum
Pendidikan Tinggi
Secara
umum lembaga pendidikan tingkat tinggi mempunyai dua fakultas, yaitu:
1)
Fakultas ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Adapun ilmu-ilmu yang dikaji fakultas
ini adalah: tafsir Al-Qur’an, hadis, fiqh, ushul fiqh, nahwu/Sharaf, balaghah,
bahasa dan sastra Arab.
2)
Fakultas ilmu-ilmu hikmah (filsafat). Fakultas ini mempelajari ilmu-ilmu:
mantiq, ilmu-ilmu alam dan kimia, musik, ilmu-ilmu eksakta, ilmu ukur, falak,
ilmu-ilmu teologi, ilmu hewan, ilmu-ilmu nabati, dan ilmu kedokteran.
Semua
mata pelajaran tersebut diajarkan di perguruan tinggi dan belum dibuat
spesialisasi mata pelajaran tertentu. Spesialisasi itu ditentukan setelah tamat
dari perguruan tinggi, berdasar potensi dan bakat masing-masing setelah praktik
mengajar beberapa tahun. Hal ini dibuktikan oleh Ibn Sina, sebagaimana
diterangkan dalam karya Thabaqat Athibba, bahwa Ibn Sina setelah menamatkan
pendidikan tingkat menengah dalam usia 17 tahun, ia belajar lagi selama 1,5
tahun. Ibn Sina mengulang membaca mantiq dan filsafat kemudian ilmu-ilmu
eksakta dan ilmu-ilmu kealaman. Kemudian ia mengkaji ilmu ketuhanan dengan
membaca kitab Ma Wara al-Thabi’ah (metafisik) karya Aristoteles, juga
karya-karya al-Farabi. Ibn Sina mendapat kesempatan membaca literatur-literatur
di perpustakaan al-Amir, seperti buku-buku kedokteran, bahasa Arab, syair,
fiqh, dan sebagainya. Ia membaca literatur-literatur tersebut sampai ia
mendapat hasil yang memuaskan. Ibn Sina menyelesaikan studinya dalam usia 18
tahun.
F. Hal-hal yang Mempengaruhi Sistem Pendidikan
1. Keluarga.
Proses pendidikan yang pertama sesungguhnya terjadi dalam lingkungan
keluarga. Dalam perspektif Islam keluarga adalah pilar pertama dan utama dalam
proses pendidikan anak. Karena anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah),
maka kedua orangtuanya lah yang bertanggung jawab apakah anaknya kelak akan
menjadi anak soleh, baik budi, atau “preman Tengik” dan sampah masyarakat.
2. Globalisasi
Faktor kedua adalah globalisasi yang ditandai dengan perkembangan
sangat pesat dalam teknologi komunikasi, transportasi dan perdagangan atau
dikenal dengan tripel t (telecommunication, transportation, trade). Tripel t
telah menjadikan dunia begitu kecil, nyaris tanpa batas (world bordeless
society). Dalam era ini, arus barang manusia dan budaya begitu cepat berlalu
lalang.
Namun hal ini sangat berpengaruh dalam pendidikan Islam, karena
dalam proses pendidikan Islam, segala macam teknologi telah dimanfaatkan demi
kelancaran dalam penyampaian dan pemahaman pendidikan Islam.
|
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem
pendidikan Islam adalah sebuah sistem yang mana di dalam membahas tentang
pendidikan, yang diutamakan adalah Al-Qur'an dan Al-Hadis. Pendidikan Islam
memiliki kurikulum tersendiri. Kurikulum berubah sesuai dengan perkembangan
jaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan Islam sungguh
mengikuti perkembangan teknologi dengan memanfaatkan teknologi sebagai media
dalam proses pendidikan Islam.
B. Saran
Marilah kita tingkatkan pendidikan Islam kita agar kita senantiasa
terjaga dan dilindungi oleh Allah SWT. Namun kita juga dianjurkan untu
11
|
DAFTAR PUSTAKA
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Rajawali Pers, 2004
Gultom, Syawal. Pendidikan Anak Bangsa. Medan:
Cipta Pustaka, 2009
Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam: Fakta
Teoritis-Filosofis dan Aplikasi Normatif. Jakarta: Amzah 2013
[1] Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam,
(Jakarta: Bulang Bintang, 1970), hlm 103.
[2] Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997),
hlm. 330.
[3] Hadi Supeno, Potret Guru, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1995), hlm. 26.
[4] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian
Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Jakarta: Tri Genda Karya,
1993), hlm 167
[5] Abudin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru Murid:
Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001).
Hlm. 41 – 42.
[6] Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam: Fakta Teoritis-Filosofis dan
Aplikatif-Normatif. (Jakarta: Imprint Bumi Aksara). Hlm. 128
Comments
Post a Comment