Skip to main content

Konsep Pendidian

Untuk versi word, klik di sini
BAB I
PENDAHULUAN

a.      Latar Belakang
Luqman adalah seorang yang bijaksana dalam mengajarkan anak-anaknya untuk beribadah serta melakukan kebaikan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT, ia sangat bijaksana dan sederhana. Ia tidak suka bermegah-megah dalam kehidupan di dunia ini karena pandangannya akhirat adalah hidup yang paling kekal sehingga dunia ini dianggap sebagai tempat sementara saja. Ini membuat dirinya takut akan murka Allah SWT sehingga ia senantiasa melaksanakan apa yang diperintahka       n Allah serta menjauhi apa yang dilarang Allah SWT.
Dalam kisah Luqman, ia dikenal sebagai pendidik yang bijaksana. Pendidikan yang dituliskan di dalam Al-Qur’an khususnya surah Luqman ayat 12 – 19 adalah pendidikan terhadap anaknya. Ini membuktikan bahwa betapa pentingnya mendidik anak karena orang yang paling berpengaruh terhadap anak untuk pertama kali adalah orang tua. Karena orangtualah yang paling dekat dengan anaknya. Jika pendidikan di dalam keluarga saja tidak beres, maka kemungkinan besar anak akan menjadi orang yang jauh dari panduan Al-Qur’an lebih-lebih di jaman sekarang ini banyak sekali godaan-godaan yang ingin menghanyutkan orang islam dalam ruang kehancuran.

b.      Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Metode pendidikan Islam?
2.      Seberapa luas ilmu yang dipelajari di dalam Islam?
3.      Siapa yang berperan sebagai subjek pendidikan Islam?
4.      Siapa yang berperan sebagai objek dalam pendidikan Islam?
5.      Apa hikmah yang bisa diambil dari kisah Luqman?

c.       Tujuan
1.      Untuk mengetahui metode pendidikan Islam.
2.      Untuk mengetahui keluasan ilmu pendidikan Islam.
3.      Untuk mengetahui subjek pendidikan Islam
4.      Untuk mengetahui objek pendidikan Islam
5.      Untuk mengetahui hikmah yang bisa diambil dari kisah Luqman.



BAB II
PEMBAHASAN

Konsep Pendidikan Islam
Konsep pendidikan Islam adalah rancangan pendidikan yang ada dalam pendidikan agama Islam. Di sini berati rancangan pendidikan yang sesuai dengan apa yang di ajarkan Islam, yakni ajaran yang tidak menentang Al-Qur'an dan hadis. Jika ada terdapat pendidikan yang tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan hadis, maka itu bukan merupakan konsep pendidikan Al-Qur'an.
Konsep pendidikan dalam Al-Qur'an tercantum dalam Al-Qur'an surah Luqman ayat 12 – 19 dan Al-Qur'an surah ayat 125. Adapun hal ini terbagi menjadi:
a.      Subjek Pendidikan
Dalam Qur’an surah Luqman Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (Q.S Luqman: 12)
Subjek adalah orang pertama dalam tata bahasa, tidak hanya pada bahasa Indonesia melainkan juga dalam bahasa apapun, seperti Arab, Inggris, jepang dan lainnya. Tidak terkecuali juga di dalam Al-Qur'an orang pertama yang ada di dalam Al-Qur'an yang suci tetap saja disebut sebagai subjek. Nah disini  pemakalah akan menyebutkan subjek-subjek yang adalah di dalam surah Luqman ayat 12 – 19.
Dari ayat di atas telah dijelaskan bahwa subjek pendidikan yang paling utama adalah Allah SWT, yakni dari kata (وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ) artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman”. Disini Allah mengatakan kata “Kami”. “Kami” yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Allah SWT beserta kebesarannya.
Menurut penafsiran yang penulis baca, makna dari (وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ)  yang artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman”. Kata (الحكيم) Al-Hakim terdiri dari huruf-huruf (ح) ha’, (ك) kaf, dan (م) mim yang berkisar maknanya menghalangi. Menghalangi disini maksudnya adalah membatasi. Batasan dapat juga dipahami sebagai peraturan yaitu peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh Allah. Semua peraturan dari Allah SWT adalah peraturan yang mengarah kepada kebaikan jadi sangat disayangkan bagi orang-orang yang senang untuk melanggar peraturan. Sementara pada hewan kita beri sebutan Hakamah artinya kendali. Kendali. Kendali disini adalah untuk mengarahkan hewan agar tetap pada arah yang kita inginkan, bukan pada arah yang tidak beraturan. Sementara arti Hikmah adalah sesuatu yang dapat menghalangi dari kemudaratan dan kesulitan atau dapat menghalangi datangnya hal-hal yang tidak kita inginkan atau sesuatu yang menghalangi datangnya kerusakan.
Hakim adalah nama panggilan dari orang (pelaku) yang sesuai dalam Al-Qur'an. Seorang hakim haruslah selalu dalam jalan yang diajarkan oleh Allah SWT agar senantiasa mendapat perlindungan dari-Nya. Tidak diperbolehkan sembarangan orang untuk menjadi hakim karena hakim memiliki tugas yang berat.
Al-Qur'an bersifat hakim karena seluruh kandungannya merupakan petunjuk yang terbaik guna mendatangkan kemaslahatan dan menghindarkan keburukan. Ini bukan seperti buku-buku biasa, apalagi yang hanya merupakan buku hiburan yang melengahkan pembaca atau pendengarnya dari hal-hal yang baik dan penting. Dapat juga dikatakan bahwa Al-Qur'an adalah hakim dalam arti ‘yang memberi putusan’. Sesuai dengan firman-Nya:
وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ
Artinya: “Dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” (Q.S. Al-Baqarah: 213)[1]
Para Ulama mengajukan berbagai keterangan tentang makna hikmah. Antara lain bahwa hikmah berarti “Mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah Ilmu Amaliah dan Amal Ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat dan didukung oleh ilmu.” Begitu tulis Al-Biqa’i. Seorang yang ahli dalam melakukan sesuatu dinamai hakim. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan / diperhatikan akan menghalangi terjadinya mudarat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Makna ini ditarik dari kata hakamah yang berarti kendali karena kendali menghalangi hewan/ kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang buruk pun dinamai hikmah dan pelakunya dinamai hakim (bijaksana).
Seorang yang memiliki hikmah harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan tindakan yang diambilnya sehingga dia akan tampil dengan penuh percaya diri, tidak berbicara dengan ragu-ragu atau kira-kira, dan tidak pula melakukan sesuatu dengan coba-coba.
Imam Al-Ghazali memahami kata hikmah dalam arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama- ilmu yang paling utama dan wujud yang paling agung- yakni Allah SWT. Jika demikian, tulis al-Ghazali- Allah adalah Hakim yang sebenarnya karena Dia yang mengetahui ilmu yang paling abadi. Zat serta sifat-Nya tidak tergambar dalam benak, tidak juga mengalami perubahan. Hanya Dia juga mengetahui wujud yang paling mulia karena hanya Dia yang mengenal hakikat, zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Nah, jika Allah telah menganugerahkan hikmah kepada seseorang, yang dianugerahi telah memperoleh kebajikan yang banyak
Di dalam surah Luqman Allah SWT berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Q.S Luqman: 13)
Luqman yang disebut oleh surah ini adalah seorang tokoh yang diperselisihkan identitasnya. Orang Arab mengenal dua tokoh yang bernama Luqman. Pertama, Luqman Ibn ‘Ad. Tokoh ini mereka agungkan karena wibawa, kepemimpinan, ilmu, kefasihan, dan kepandaiannya. Ia kerap kali dijadikan sebagai permisalan dan perumpamaan. Tokoh kedua adalah Luqman Al-Hakim yang terkenal dengan kata-kata bijak dan perumpamaan-perumpamaannya. Pemakalah yakin bahwa tokoh kedua tadi lah Luqman yang dimaksud di dalam Al-Qur'an sesuai dengan referensi yang pemakalah baca.
Diriwayatkan bahwa Suwayd Ibn Ash-Shamit suatu ketika datang ke Mekah. Ia adalah seorang yang cukup terhormat di kalangan masyarakatnya. Lalu, Rasulullah SAW mengajaknya memeluk agama Islam. Suwayd berkata pada Rasulullah SAW, “Mungkin apa yang ada padamu itu sama dengan apa yang ada padaku.” Rasulullah SAW berkata, “Apa yang ada padamu?” Ia menjawab, “Kumpulan hikmah Luqman.” Kemudian, Rasulullah SAW berkata, “Tunjukkanlah padaku.” Suwayd pun menunjukkannya, lalu Rasulullah SAW berkata, “Sungguh perkataan yang amat baik! Tetapi, apa yang ada padaku lebih baik dari itu. Itulah Al-Qur'an yang diturunkan Allah SWT kepadaku untuk menjadi petunjuk dan cahaya.” Rasulullah lalu membacakan Al-Qur'an kepadanya dan mengajaknya memeluk Islam.
Banyak pendapat mengenai siapa Luqman Al-Hakim. Ada yang mengatakan bahwa ia berasal dari Luba, dari penduduk Ailah ada juga yang menyebutnya dari Etiopia. Pendapat lain mengatakan bahwa ia berasal dari Mesir Selatan yang berkulit hitam. Ada lagi yang menyatakan bahwa ia seorang Ibrani. Profesinya pun diperselisihkan. Ada yang berkata dia penjahit, atau pekerja pengumpul kayu, atau tukang kayu, atau juga penggembala. Menurut pemakalah sendiri Luqman berasal dari Mesir selatan yang berkulit hitam dikarenakan makamnya dari Luqman letaknya di mesir.
Hampir semua yang menceritakan riwayatnya sepakat bahwa Luqman bukan seorang Nabi. Hanya sedikit yang berpendapat bahwa ia termasuk salah seorang Nabi. Kesimpulan lain yang dapat diambil dari riwayat-riwayat yang menyebutkannya adalah bahwa ia adalah bukan orang Arab. Ia adalah seorang yang sangat bijak. Ini pun dinyatakan dalam Al-Qur'an sebagaimana terbaca di atas.
Sahabat Nabi SAW., Ibn Umar r.a., menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda, “Aku berkata benar, sesungguhnya Luqman bukanlah seorang Nabi, tetapi dia adalah seorang hamba Allah yang banyak menampung kebajikan, banyak merenung, dan keyakinannya lurus. Dia mencintai Allah SWT maka Allah SWT mencintainya, menganugerahkan kepadanya hikmah. Suatu ketika dia tidur di siang hari, tiba-tiba ia mendengar suara memanggilnya seraya berkata: “Hai Luqman maukah engkau dijadikan Allah SWT sebagai khalifah yang memerintah di bumi?” Luqman menjawab, “Kalau Tuhanku memberikan pilihan, aku memilih afiat (perlindungan) tidak memilih ujian. Tetapi, bila itu ketetapannya, akan ku perkenankan dan ku patuhi karena ku tahu bahwa, bila itu ditetapkan Allah SWT bagiku pastilah Dia melindungiku dan membantuku.” Para malaikat yang tidak dilihat oleh Luqman bertanya: “Mengapa?” Luqman menjawab: “Karena pemerintah/penguasa adalah kedudukan yang paling sulit dan paling keruh. Kezaliman yang menyelubunginya dari segala penjuru. Bila seorang adil, wajar ia selamat, dan bila ia keliru, keliru pula ia menelusuri jalan ke surga. Seorang yang hidup hina di dunia lebih aman dari pada ia hidup mulia (dalam pandangan manusia). Dan, siapa memilih dunia dengan mengabaikan akhirat, dia pasti dirayu oleh dunia dan dijerumuskan olehnya dan ketika itu ia tidak akan memperoleh sesuatu di akhirat.” Para malaikat sangat kagum dengan ucapannya. Selanjutnya, Luqman tertidur lagi. Dan, ketika ia terbangun, jiwanya telah di penuhi hikmah dan sejak itu seluruh ucapannya adalah hikmah demikian ditemukan dalam kitab hadits Musnad Al-Firdaus.[2]
           



b.      Objek Pendidikan Islam
Objek pendidikan adalah yang menjadi sasaran dalam pendidikan Islam. sebagaimana yang kita ketahui pendidikan adalah proses pengajaran yang selain membutuhkan subjek, juga membutuhkan objek. Pendidikan tidak akan terlaksana jika salah satu baik itu subjek maupun objek tidak ada. Dan sebaliknya pendidikan akan terlaksana jika keduanya ada. Subjek dan objek merupakan syarat minimal yang harus ada dalam pendidikan.
Allah SWT berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar". (Q.S Luqman: 13)
 Dari ayat di atas sudah cukup jelas bahwa objek pendidikan telah disebutkan yakni anaknya Luqman. Ia memberikan pelajaran kepada anaknya yakni agar tidak menyekutukan Allah, karena menyekutukan Allah SWT adalah dosa yang sangat besar. Allah SWT adalah satu-satunya tuhan yang mampu memberikan kebahagiaan abadi. Jika seseorang menyekutukan Allah SWT, berarti ia tidak yakin dengan kekuasaan Allah SWT.
Kemudian masih di surah Luqman, Allah SWT berfirman:
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
Artinya: “(Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Q.S Luqman: 16)
Disini kita juga bisa melihat kata (يَا بُنَيَّ), yang artinya “Hai anakku”. Ini jika kita perhatikan sesuai dengan rumus kalimat, maka orang pertama disini adalah Luqman yang bisa dikatakan sebagai subjek, sementara orang yang ia ajari merupakan objek dalam pendidikan. Sangat rasional sekali dan tidak ada perdebatan di bahasa apapun bahwa objek pendidikan yang jelaskan dalam ayat ini adalah anak Luqman. Sementara ajaran yang diajarkan disini adalah bahwa seberepapun kecilnya kebaikan dan kejahatan yang kita lakukan akan mendapat balasan dari Allah SWT, karena perhitungan yang paling tepat adalah perhitungan Allah SWT, Allah SWT akan senantiasa memberikan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang kita lakukan.
Ayat di atas mengandung kata (خَرْدَلٍ) Khadal, dan kata tersebut juga ada tercantum dalam surah Al-Anbiya sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT:
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ
Artinya:” Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.” (Q.S Al-Anbiya: 47)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT tidak akan merugikan atau melupakan tindakan kita. Jika ada perbuatan kita yang melakukan semua perintah Allah, maka Allah SWT akan membalasnya dengan pahala kebaikan. Dan misalnya kita melakukan perbuatan yang dilarang-Nya, maka kita akan mendapat dosa. Tidak ada negosiasi dalam perhitungan Allah SWT. karena perhitungan yang paling tepat adalah perhitungan Allah SWT.
Kata (خَرْدَلٍ) tadi menurut penjelasan tafsir al-Muntakhab yang melukiskan biji tersebut, dinyatakan bahwa berat satu butir biji tersebut beratnya adalah satu per seribu gram, atau ± 1mg. ini merupakan biji-bijian yang paling ringan sepengetahuan manusia hingga saat ini, dan belu ada yang mendapatkan biji yang lebih ringan dari biji ini.[3]
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ
Artinya:” Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Q.S Luqman: 17)
Ayat ini juga tidak beda dengan yang ayat sebelumnya, bahwa objek pendidikan yang dibahas disini adalah anaknya Luqman. Namun disini lebih luas daripada ayat sebelumnya, karena objek pendidikan yang disebutkan disini adalah manusia. Artinya bahwa seluruh manusia yang ilmunya kurang maka mereka akan menjadi objek pendidikan yang akan menerima ilmu dari orang-orang yang mengetahui.
Jika kita membahas objek pendidikan, maka manusia pada dasarnya adalah menjadi subjek dan objek dalam pendidikan, semua manusia bisa saja menjadi subjek atau menjadi objek dalam pendidikan. Berarti di dalam pendidikan ini, kita bisa mendapatkan dua sebutan sekaligus, yakni subjek pendidikan dan objek pendidikan. Saat kita memberikan ilmu pengetahuan, maka kita disebut sebagai subjek pendidikan dan sebaliknya jika kita menerima pelajaran dari orang lain, maka kita adalah sebagai objek pendidikan.
c.       Metode Pendidikan
Metode-metode dalam Al-Qur'an menurut surah Luqman dan surah An-Nahl.
Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman,” (Q.S Luqman: 12)
Dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki hikmah harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan tindakan yang diambilnya sehingga dia akan tampil dengan penuh percaya diri, tidak ragu-ragu dalam berkata dan tidak ada istilah kira-kira serta karena sudah memiliki kesempurnaan tersebut tidak lagi ada istilah coba-coba.
 Allah SWT berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya; “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar". (Q.S. Luqman:13)
Kata (بني) bunayya adalah kata yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah (إبني) ibniy dari kata (إبن) ibn yakni anak laki-laki. Panggilan tersebut biasanya diucapkan kepada anak yang disayangi dengan sepenuh hati. Disini juga bisa kita dapatkan bahwa mendidik anak sebaiknya dengan kasih sayang sehingga menyisip cinta dalam proses pembelajaran tersebut yang dapat menjadikan proses pembelajaran menjadi optimal. Tidak baik jika kita mendidik anak dengan ada rasa murka dalam diri kita, karena hanya membuat anak tidak ikhlas dalam menerima pelajaran yang disampaikan.
Di dalam kehidupan kita, kita sering melihat bahwa ada orangtua yang mendidik anaknya dengan harapan agar anaknya kelak menjadi orang besar sehingga mampu mengangkat derajatnya di mata orang lain, atau menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya dengan harapan agar anaknya menjadi pintar. Namun terkadang kita melihat ada sedikit perbedaan dengan cara yang dilakukan oleh Luqman yaitu pada bagian kasih sayang. Orang tua seringkali terlalu berobsesi mengharuskan anaknya seperti yang diinginkannya bahkan parahnya tidak peduli terhadap ilmu agama, namun untuk mencapai keinginan ia berbuat kasar terhadap anaknya, inilah perbedaan antara Luqman dengan kebanyakan orang tua sekarang.
Allah SWT berfirman:
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(Q.S Luqman: 14)
Adapun metode yang dijelaskan menurut ayat tersebut adalah setiap pesan di sertai dengan argumen nya. Diantaranya adalah mari kita kilas balik ke ayat 12 di atas, “Jangan mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan-Nya adalah penganiayan yang besar.” Selain itu dalam konteks ayat ini juga dijelaskan bahwa “Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan diatas kelemahan dan penyapiannya di dalam dua tahun.” Demikianlah seharusnya materi petunjuk atau materi pendidikan yang disajikan. Ia dibuktikan kebenarannya dengan argumentasi yang di paparkan atau yang dapat dibuktikan atau kau uang dapat bertanggung jawab.”
Allah SWT berfirman:
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
Artinya: “(Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Luqman: 16).
Kata (لطيف) lathif terambil dari akar kata (لطف) lathafa yang huruf-hurufnya terdiri dari (لـــ) lam, (ط) tha’, dan (ف) fa’.  Kata ini mengandung makna lembut, halus, atau kecil. Maka dari ini kemudian lahir makna ketersembunyian dan ketelitian.
Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa yang berhak menyandang sifat ini adalah yang mengetahui rincian kemaslahatan dan seluk beluk rahasianya, yang kecil dan yang halus, kemudian menyentuh jalan untuk menyampaikan kepada yang berhak secara lemah lembut bukan kekerasan.
Kalau bertemu kelemah lembutan dalam perlakuan dan perincian dalam pengetahuan, wujudlah apa yang dinamai al-luthf, dan menjadilah pelakunya wajar menyandang nama Latif. Ini tentunya tidak dapat dilakukan kecuali oleh Allah yang Maha Mengetahui itu.
Pada akhirnya, tidak keliru jika dikatakan bahwa Allah SWT adalah Lathif karena Dia selalu menghendaki untuk makhluk-Nya kemaslahatan dan kemudahan lagi menyiapkan sarana dan prasarana guna kemudahan meraihnya. Dia yang bergegas menyingkirkan kegelisahan pada saat terjadinya cobaan serta melimpahkan anugerah sebelum terbetik dalam benak. Dalam konteks ayat ini, agaknya perintah berbuat baik apalagi kepada orang tua yang berbeda agama, merupakan salah satu bentuk dari luthf Allah SWT karena betapapun perbedaan atau perselisihan antara anak dan ibu bapak. Pasti hubungan darah yang terjalin antara mereka tetap berbekas di hati masing-masing.
Kata (خبير) Khabir terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf (خ) Kha, (ب) Ba, dan (ر) Ra, yang maknanya berkisar pada dua hal, yaitu pengetahuan dan kelemah lembutan. Khabir dari segi bahasa dapat berarti yang mengetahui dan dapat berarti yang mengetahui dan juga tumbuhan yang lunak. Sementara pakar berpendapat bahwa kata ini terambil dari kata (خبر ت الأرض) Khabartu al-ardha, dalam arti membelah bumi. Dan, dari sinilah lahir pengertian “Mengetahui”, seakan-akan yang bersangkutan membahas sesuatu sampai dia membelah bumi untuk menemukannya. Pakar dalam bidangnya yang memiliki pengetahuan mendalam dan terperinci menyangkut hal-hal yang tersembunyi dinamai Khabir. Menurut Imam Ghazali, Allah adalah Al-Khabir karena tidak tersembunyi bagi-Nya hal-hal yang sangat dalam dan yang disembunyikan serta tidak terjadi sesuatupun dalam kerajaan-Nya di bumi maupun di alam raya kecuali diketahui-Nya.
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ
            Artinya: “Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Q.S Luqman: 17)
            Perintahkanlah secara baik-baik siapapun yang mampu engkau ajak mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah mereka dari kemungkaran. Menyuruh mengerjakan ma’ruf, mengandung pesan untuk mengerjakannya karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran menuntut agar yang melarang terlebih dahulu mencegah dirinya.
            Ma’ruf adalah “yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat dan telah mereka kenal luas,” selama sejalan dengan Al-Khair (kebajikan), yaitu nilai-nilai Ilahi. Mungkar adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh mereka serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi.
           



            Ma’ruf, karena telah merupakan kesepakatan umum masyarakat, sewajarnya ia diperintahkan. Sebaliknya dengan mungkar, yang juga telah menjadi kesepakatan bersama, ia perlu dicegah demi menjaga keutuhan masyarakat dan keharmonisannya. Di sisi lain, karena keduanya merupakan kesepakatan umum masyakat, ia bisa berbeda antara satu masyarakat muslim dengan masyarakat muslim yang lain, bahkan bisa berbeda antara satu waktu dan waktu yang lain dalam wilayah/masyarakat tertentu untuk jelasnya, rujuklah QS Ali Imran: 104.
Kata (صبر) Shabr terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf (ص) Shad, (ب) Ba, dan (ر) Ra maknanya berkisar pada tiga hal: (1) menahan, (2) Ketinggian sesuatu, dan (3) Sejenis batu. Dari makna menahan, lahir makna konsisten/ bertahan karena yang bersabar bertahan menahan diri pada satu sikap. Seseorang yang menahan gejolak hatinya dinamai bersabar. Yang ditahan dipenjara sampai mati dinamai mashburah. Dari makna kedua, lahir kata Shubr, yang berati puncak sesuatu. Dan dari makna ketiga, muncul kata Ash-Shubrah, yakni batu yang kukuh lagi kasar, atau potongan besi.
Ketiga makna tersebut dapat kait-berkait, apalagi pelakunya manusia. Seorang yang sabar akan menahan diri dan untuk itu ia memerlukan kekukuhan jiwa dan mental baja agar dapat mencapai ketinggian yang diharapkannya. Sabar adalah menahan gejolak nafsu demi mencapai yang baik atau yang terbaik.
Kata (عزم) ‘Azam dari segi bahasa berarti keteguhan hati dan tekad untuk melakukan sesuatu. Kata ini berpatron masdar tetapi maksudnya adalah objek sehingga makna penggalan ayat itu adalah shalat, amr ma’ruf dan nahi mungkar serta kesabaran merupakan hal-hal yang telah diwajibkan oleh Allah untuk dibulatkan atasnya tekad manusia. Thabathaba’i tidak memahami kesabaran sebagai salah satu yang ditunjuk oleh kata yang demikian itu. Karena, menurutnya, kesabaran telah masuk dalam bagian ‘azam. Sekian banyak ayat yang menyebutkan sabar adalah bagian dari ‘azam al-umur, seperti QS Ali Imran: 186, Asy-Syura:43, dan lain-lain. Demikian Thabathaba’i. maka, atas dasar itu, bersabar, menahan diri, termasuk dalam ‘azm dari sisi bahwa ‘azm, yakni tekat dan keteguhan, akan terus bertahan selama masih ada sabar. Dengan demikian, kesabaran diperlukan oleh tekad serta kesinambungannya. Demikian lebih kurang Thabathaba’i.
Allah SWT berfirman:
وَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ   ﴿١٨﴾وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ﴿١٩﴾
            Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q.S Luqman: 18 – 19)
            Dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar kasar bagaikan teriakan keledai. Kata (اغضض) ughdhudh berasal dari kata (غضّ) ghadhdh dalam arti penggunaan sesuatu tidak dalam potensinya yang sempurna. Mata dapat memandang ke kiri dan ke kanan secara bebas. Perintah ghadhdh, jika ditujukan kepada mata, kemampuan itu hendaknya dibatasi dan tidak digunakan secara maksimal. Demikian juga suara. Dengan perintah di atas, seseorang diminta untuk tidak berteriak sekuat kemampuannya, tetapi dengan suara perlahan namun tidak harus berbisik.
            Di dalam surah An-Nahl: 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
            Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S An-Nahl: 125)
Kalimat “ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ(serulah kepada jalan tuhanmu) yakni agama-Nya, بِالْحِكْمَةِ (dengan hikmah) yakni dengan Al-Qur'an, وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ (dan pelajaran yang baik) pelajaran yang baik atau nasihat yang lembut - وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي (dan bantahlah mereka dengan cara) bantahan - هِيَ أَحْسَنُ (yang baik) seperti menyeru mereka untuk menyembah Allah dengan menampilkan mereka tanda-tanda kebesaran-Nya atau dengan hujah-hujah yang jelas. إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ (sesungguhnya Rabbmu Dia-lah yang lebih mengetahui) Maha Mengetahui, بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk) maka di membalas mereka.
            Ayat ini diturunkan sebelum diperintahkan untuk memerangi orang-orang kafir. Dan diturunkan ketika Hamzah gugur dalam keadaan tercincang; ketika Nabi SAW melihat keadaan jenazahnya, lalu beliau bersumpah melalui sabdanya; “Sungguh aku bersumpah akan membalas tujuh puluh orang dari mereka sebagai penggantimu”.[4]
“Serulah kepada jalan tuhan engkau dengan kebijaksanaan dan pengajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (pangkal ayat 125). Ayat ini adalah mengandung ajaran kepada Rasulullah SAW tentang cara melancarkan dakwah, dan seruan terhadap manusia agar mereka berjalan di atas jalan Allah SWT (sabilillah) kepadanya dituntunkan oleh Allah SWT bahwa di dalam melakukan dakwah hendaklah memakai tiga macam cara atau tiga tingkat cara.
1.      Hikmah (حكمة)
Kata (حكمة) hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu baik pengetahuan maupun perbuatan. Selain itu hikmah juga bisa diartikan secara bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, dan hati yang bersih, menarik perhatian orang, kepada agama, atau kepada kepercayaan terhadap tuhan.
2.      Al-Mu’izhatul Hasanah (الموعظة حسنة)
Kata (الموعظة) almu’izah terambil dari kata (وعظ) yang berarti nasihat. Mu’izhah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan. Dan kata (حسنة) hasanah berarti baik. Ini berarti bahwa al-mu’izhatul hasanah adalah pengajaran yang baik, atau pesan-pesan yang baik, yang disampaikan sebagai nasihat. Sebagai pendidikan dan tuntunan sejak kecil. Sebab itu termasuklah dalam bidang al-mu’izhatul hasanah, pendidikan ayah bunda dalam rumah tangga kepada anak-anaknya, yang menunjukkan contoh beragama di hadapan anak-anaknya sehingga menjadi kehidupan mereka bulat. Termasuk juga pendidikan dan pengajaran dalam perguruan-perguruan. Pengajaran-pengajaran yang baik. Lebih besar kepada kanak-kanak yang belum ditumbuhi atau belum diisi lebih dahulu oleh ajaran-ajaran yang lain.
3.      Jadilhum billati hiya ahsan (جَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ)
Kata jadilhum (جَادِلْهُمْ) jadilhum terambil dari kata (جادال) jidal yang bermakna diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dari mitra diskusi dan menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang maupun hanya oleh mitra bicara. Perintah berjidal disifati dengan kata ahsan artinya adalah yang terbaik bukan sekedar yang baik.
Jadilhum billati hiya ahsan, bantahlah mereka dengan cara yang baik. Kalau telah terpaksa timbul perbantahan atau pertukaran fikiran, yang di jaman kita ini disebut polemik, ayat ini menyuruh agar dalam hal yang demikian kalau sudah tidak dapat dielakkan lagi pilihlah jalan yang sebaik-baiknya. Diantaranya ialah memperbedakan pokok soal yang tengah dibicarakan dengan perasaan benci atau sayang kepada pribadi orang yang tengah diajak berbantah. Misalnya seseorang yang masih kufur belum mengerti ajaran Islam lalu sesuka hatinya saja mengeluarkan celaan kepada Islam karena bodohnya. Oran ini wajib dibantah dengan jalan yang sebaik-baiknya, disadarkan dan diajak kepada jalan fikiran yang benar sehingga dia menerima. Tetapi kalau terlebih dahulu hatinya disakitkan, karena cara kita membantah yang salah mungkin dia enggan menerima kebenaran meskipun hati kecilnya mengakui, karena hatinya telah disakitkan.[5]
Allah SWT meletakkan dasar-dasar dakwah untuk pegangan bagi umatnya di kemudian hari dalam mengemban tugas dakwah.
1.      Allah SWT menjelaskan kepada Rasul-Nya bahwa sesungguhnya dakwah ini adalah dakwah untuk agama Allah SWT sebagai jalan menuju Ridha-Nya bukan dakwah untuk pribadi Da‘I (yang berdakwah) ataupun untuk golongan dan kaumnya. Rasulullah SAW diperintahkan untuk membawa manusia ke jalan Allah dan untuk agama Allah semata.
2.      Allah SWT menjelaskan kepada Rasul SAW agar berdakwah dengan hikmah. Hikmah itu mengandung beberapa arti:
a.       Pengetahuan tentang rahasia dan faedah segala sesuatu. Dengan pengetahuan sesuatu dapat diyakini keberadaannya.
b.      Perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batil atau subhat (meragukan).
c.       Mengetahui hukum-hukum Al-Qur'an, faham Al-Qur'an, faham agama, takut kepada Allah, serta benar perkataan dan perbuatan.
Arti hikmah yang paling mendekati kebenaran ialah arti pertama yaitu pengetahuan tentang rahasia dan faedah sesuatu, yakni pengetahuan itu memberi manfaat.
Dakwah dengan hikmah adalah dakwah dengan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan rahasia, faedah, dan maksud dari wahyu Ilahi, dengan cara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi agar mudah dipahami umat.
3.      Allah SWT menjelaskan kepada Rasul agar dakwah itu dijalankan dengan pengajaran yang baik, lemah-lembut, dan menyejukkan, sehingga dapat diterima dengan baik.
4.      Allah SWT menjelaskan bahwa bila terjadi perdebatan dengan kaum musyrikin ataupun ahli kitab, hendaknya Rasul membantah mereka dengan cara yang baik. Suatu contoh perdebatan yang baik ialah perdebatan Nabi Ibrahim dengan kaumnya yang mengajak mereka berfikir untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri sehingga menemukan kebenaran.
5.      Akhir dari segala usaha dan perjuangan itu adalah iman kepada Allah SWT karena hanya Dia-lah yang menganugerahkan iman kepada jiwa manusia, bukan orang lain ataupun da-i itu sendiri. Dia lah tuhan yang maha mengetahui siapa diantara hamba-Nya yang tidak dapat mempertahankan fitrah insaniahnya (iman kepada Allah SWT) dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan hingga dia menjadi sesat dan siapa pula di antara hamba yang fitrah insaniahya tetap terpelihara sehingga dia terbuka menerima petunjuk (hidayah) Allah SWT.[6]

d.      Materi pendidikan Islam
Adapun materi pendidikan yang di ajarkan oleh Luqman kepada anaknya adalah:
1.      Aqidah
Ayat dalam surah Luqman yang menjelaskan tentang aqidah terdapat juga pada ayat yang ke12, 13 dan 16. Dalam hal aqidah, yaitu menyangkut tentang keimanan serta keyakinan terhadap Allah SWT sebagai sang pencipta alam yang telah menurunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Dalam aqidah ini Allah SWT adalah hal utama untuk diyakini. Namun bukan berarti kita tidak yakin dengan yang lainnya seperti malaikat, rasul, kitab-kitab, hari akhir, serta Qadha dan Qadar.
Dalam pembahasan aqidah, kita juga akan di ajarkan tentang kepada malaikat yang dijadikan oleh Allah SWT dengan tugas masing-masing, seperti malaikat Jibril yang tugasnya menyampaikan wahyu, malaikat Ridwan yang diamanahkan oleh Allah SWT sebagai penjaga syurga, malaikat malik yang diamanahkan sebagai penjaga neraka, dan yang lainnya yang tidak disebutkan Allah namanya di dalam Al-Qur'an. Allah SWT menciptakan malaikat sangat banyak jumlahnya namun Allah tidak menuliskan nama-nama mereka di dalam Al-Qur'an dikarenakan Allah SWT menuliskan di dalam Al-Qur'an adalah sampel dari kehidupan baik itu kehidupan nyata maupun kehidupan alam ghaib misalnya kisah Luqman yang Allah tulis di dalam Al-Qur'an padahal Luqman bukanlah seorang Nabi maupun Rasul, melainkan Luqman hanyalah seorang budak yang telah merdeka.[7]
Di dalam surah Luqman ayat 12 yang artinya” Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Ayat termasuk ke dalam kategori aqidah karena isinya adalah tentang keyakinan akan hikmah-hikmah dari bersyukur kepada Allah SWT tanpa adanya aqidah dalam memahami ayat ini, maka orang yang tidak memiliki aqidah sedikitpun ia akan merasa bahwa ayat ini hanya dibuat-buat atau hanya karangan Nabi Muhammad SAW.
Saat ini aqidah sangat diutamakan dalam kehidupan kita sehari-hari karena saat ini banyak sekali orang-orang yang memiliki hanya sedikit aqidah bahkan tidak memiliki sedikitpun aqidah. Sedikitnya aqidah membuat umat islam hanya memahami pelajaran islam namun sangat disayangkan tidak mau untuk mengamalkannya. Lebih bahayanya lagi orang-orang yang tidak memiliki aqidah sedikitpun mereka tidak hanya kurang memahami ajaran islam namun memperdebatkan bahkan menyalahkan ajaran islam.
Di dalam surah Luqman pada ayat 13 “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar". ayat ini juga menerangkan tentang aqidah kepada Allah SWT.  Di dalam ayat ini menjelaskan tentang pengajaran yang dilakukan oleh Luqman kepada anaknya agar senantiasa tidak mempersekutukan Allah SWT. Karena mempersekutukan Allah SWT merupakan ketidak yakinan manusia bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta alam semesta. Banyak sekali kita temukan orang-orang yang kurang yakin terhadap Allah SWT sehingga mereka tidak mau taat malah menyembah selain dari Allah SWT.
Sementara pada surah ke 16 dalam surah Luqman “(Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui, ayat ini menjelaskan tentang keyakinan kita terhadap adanya balasan dari Allah SWT. Sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan maka akan mendapat balasan.
2.      Syari’ah
Di dalam materi syari’ah menjelaskan tentang aturan-aturan Ilahi yang mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya dan manusia dengan manusia bahkan hubungan antara manusia dengan alam. 
Di dalam materi syari’ah kita bisa membedakan kembali materinya menjadi dua yakni:
a.       Ibadah
Ibadah merupakan melakukan perintah-perintah Allah seperti shalat, taharah yakni masalah sucinya diri, benda yang kita pakai, dan tempat yang kita pakai, zakat yaitu mengeluarkan harta sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, puasa pada bulan Ramadhan, pergi haji bila memiliki kemampuan namun bagi orang yang tidak mampu dibolehkan untuk tidak melakukan ibadah haji.
b.      Muamalah
Muamalah merupakan hubungan antara manusia dengan manusia seta manusia dengan bendanya. Misalnya jual beli, pinjam meminjam dan sebagainya. Allah telah mengatur masalah muamalah di dalam Al-Qur'an seperti misalnya larangan untuk mengambil riba dari atas hutang yang telah kita pinjamkan kepada orang lain.
Surah Luqman yang menjelaskan tentang syari’ah ini ada pada ayat ke 14, 15, dan 17. Di dalam ayat 14 “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. Ini merupakan aspek syari’ah yang memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada orangtuanya baik itu ibu, maupun ayah yang telah merawatnya dan yang telah menjaganya sejak kecil. Ini juga termasuk ke dalam hubungan antara manusia dengan manusia.
Di dalam ayat berikutnya yakni ayat ke 15 “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Aspek syari’ah disini adalah lanjutan dari sebelumnya yang menerangkan tentang bolehnya melakukan pelanggaran terhadap perintah orangtua jika perintah tersebut merupakan perintah yang bertentangan dengan Allah SWT.
Di dalam ayat ini tersirat juga penjelasan yang membolehkan bahkan mengharuskan manusia untuk melanggar perintah siapa saja seperti guru, dosen, kepala desa, camat hingga presiden sekalipun jika seandainya perintah mereka jauh dari apa yang diajarkan oleh Allah. Melawan perintah mereka jika menentang perintah Allah SWT.
Ayat berikutnya yang menjelaskan tentang syari’ah yaitu ayat ke 17 “Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. Ayat ini juga terkategori dalam aspek syari’ah yakni hubungan manusia dengan manusia. Disini menjelaskan bahwa Luqman menyuruh anaknya agar mencegah orang yang berbuat mungkar serta mengajak melakukan perbuatan yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Allah SWT.
Di dalam ayat ini tidak berarti bahwa hanya berlaku saat jaman Luqman saja atau jaman Nabi Daud A.S melainkan juga berlaku untuk saat ini dan masa yang akan datang. Ayat ini berati menerangkan kepada manusia bahwa kita harus mengajak orang lain untuk berbuat baik serta berusaha untuk melarang mereka dari perbuatan mungkar yaitu perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah SWT.




3.      Akhlak
Akhlak merupakan perbuatan atau tingkah laku manusia yang berhubungan dengan sang khaliq (pencipta). Akhlak disini selain tingkah laku manusia dengan khalik serta tingkah laku manusia dengan manusia bahkan manusia dengan makhluk yang lainnya. Surah Luqman yang menjelaskan tentang hal ini adalah pada ayat 14, 15, 18 dan 19.
Di dalam ayat 14, menjelaskan tentang bagaimana seharusnya perlakuan kita terhadap orang tua yang telah mengandung kita dalam keadaan yang lemah serta dalam keadaan yang susah dalam menjaga kita. Adapun yang dijelaskan di dalam ayat ini adalah agar kita memperlakukan orangtua kita dengan baik dan tidak menyakiti orangtua kita. Allah juga menyuruh kita untuk taat dan mengikuti apa yang diperintahkan mereka dan tidak melakukan apa yang dilarang mereka.
Di dalam ayat 15, menjelaskan bagai mana perlakuan kita terhadap orang tua yang menyuruh kita untuk melakukan perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah SWT. Misalnya orangtua menyuruh kita untuk menyekutukan Allah, menyuruh kita untuk tidak beribadah kepada Allah, menyuruh kita menyembah selain dari Allah atau mengajak kita untuk meninggalkan agama islam. Perintah seperti ini menurut ayat ke 15 harus kita tinggalkan. Tidak hanya itu, perintah orang-orang atasan seperti presiden misalnya memerintahkan kita untuk menyembah berhala atau matahari dan sebagainya atau presiden melarang kita membaca Al-Qur'an, maka perintah seperti ini wajib untuk kita tentang dan kita lawan. Karena perintah Allah adalah perintah yang harus kita laksanakan dan tidak boleh kita langgar.
Di dalam ayat ke 18 Allah menyuruh kita untuk meninggalkan sifat sombong sejauh-jauhnya. Karena setiap yang ada pada kita hanyalah merupakan titipan dari Allah dan Allah bisa saja mengambil kapan dan dimana saja Allah mau. Sangat mudah sekali bagi Allah untuk melenyapkan apa yang ada pada diri kita. Seperti misalnya Allah mengambil harta dan aset kita dengan hal yang tidak kita duga seperti kejadian Tsunami dan Gempa bumi yang terjadi baru-baru ini. Ini adalah cara Allah yang sangat singkat mampu melenyapkan apa yang ada pada diri kita sehingga membuat kita menjadi sangat lemah dan membutuhkan pertolongan dari yang lainnya.
Di dalam ayat ke 19 Allah menyuruh kita untuk hidup sederhana. Hidup sederhana maksudnya adalah hidup dengan seadanya tidak berfoya-foya dengan hal yang tidak bermanfaat. Misalnya membeli barang-barang yang tidak ada gunanya dan manfaatnya. Di dalam ayat ini juga menjelaskan kepada kita bahwa kita tidak boleh mengeraskan suara. Mengeraskan suara disini maksudnya bisa juga dipahami dengan banyak bicara namun sedikit amalan atas apa yang kita katakan. Allah sangat membenci orang-orang yang hanya mampu berbicara namun tidak mampu mengerjakannya.



BAB III
PENUTUP

a.      Simpulan
Konsep pendidikan Islam adalah rancangan pendidikan yang sesuai dengan apa yang di ajarkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah. Setiap yang tidak sesuai berarti bukan merupakan konsep pendidikan Islam.
Subjek pendidikan Islam yang paling utama adalah Allah SWT. Karena Allah SWT adalah tuhan bagi alam semesta, dan segala ilmu pengetahuan adalah miliknya dan segala apa yang ada di langit dan di bumi adalah ciptaannya. Allah tidak secara langsung menemui manusia dalam memberikan ilmu pengetahuan, namun melalui perantara, yakni dengan sampaikan-Nya wahyu melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad, dan akhirnya Nabi Muhammad SAW menyampaikan perintah Allah SWT kepada seluruh umat manusia.
Objek pendidikan pada masa Luqman adalah dirinya, sementara objek pendidikan Islam yang dibahas dalam surah Luqman adalah dominan pada anaknya, selain itu orang lain yang hidup pada masa itu juga disebut sebagai objek pendidikan karena Luqman juga menyuruh anaknya agar menasihati orang-orang yang tidak mau di jalan Allah.

b.      Saran
Adapun saran dari penulis makalah adalah, mari kita senantiasa tatap di jalan yang diberikan dan di tunjukkan oleh Allah SWT, karena tidak ada jalan yang paling baik, kecuali jalan yang telah ditunjuk dan di aku oleh Allah kebenarannya. Dan Islam merupakan agama yang paling benar, dan sebagai pedoman yang layak untuk dipakai oleh manusia tanpa kenal agama, bangsa dan suku. Karena Al-Qur'an merupakan petunjuk bagi manusia.






DAFTAR PUSTAKA

Quraish Shihab, M. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2009.
Hamka. Tafsir Al-Azhar (Juzu’ 14). Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983
Jalaluddin Al-Mahalli, Imam. Terjemahan Tafsir Jalallain. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1997.
Kementerian Agama RI. Al-Qur'an dan Tafsirnya (Jilid V). Jakarta: Lentera Abadi, 2010
Al-andalusy Muhammad ibn Yusuf Syahid bi abi hayan. Tafsirul Bahri Muhid. Libanon: Darul Qutub ilmiah: 1993
Ahmad, Nurwadjah. Tafsir ayat-ayat pendidikan. Bandung: Marja, 2007



[1] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Volume 10, Jakarta, Lentera Hati, 2009, h.277-278.

[2] Opcit, h.296-298.
[3] Opcit, h.306
[4] Imam Jalalludin Al-Mahalli, Terjemahan Tafsir Jalallain, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 1997, h. 1118
[5] Hamka, Tafsir Al-Azhar (Juzu’ 14), Jakarta, Pustaka Panjimas, 1983, h. 321 – 322.
[6] Kementerian Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya Jilid V, Jakarta, Lentera Abadi, 2010, h. 418 – 419.
[7] Nurwadjah Ahmat, Tafsir Ayat-ayat pendidikan, Bandung, Marja, 2007, h 153

Comments

Popular posts from this blog

ALAT PERAGA DAN MEDIA PEMBELAJARAN

untuk versi word klik di sini BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Jika kita melihat dinamika kehidupan ini, kita sudah tentu pasti melihat bahwa dunia ini terus mengalami perubahan demi perubahan. Perubahan tersebut adalah cenderung perubahan yang membawa ke hal yang lebih baik dari sebelumnya. Kita misalkan saja pada masalah teknologi yang semakin berkembang pesat menjadikan kita dituntut untuk mampu mengikuti arus tersebut. Mengikuti arus perkembangan zaman sangat perlu kita lakukan agar kita tidak termasuk orang yang tertinggal yang disebut kuno. Terkhusus untuk perkembangan teknologi, perkembangan ini sangat mempengaruhi berbagai bidang kehidupan kita di dunia hampir pada seluruh aspek kehidupan kita, baik itu dalam bidang sosial, budaya dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia pendidikan, kita sangat membutuhkan teknologi demi kemajuan pendidikan yang lebih baik daripada sebelumnya. Dengan masuknya teknologi dalam dunia pendidikan, lembaga atau instansi pendidikan

Sistem Numerasi

Untuk versi word lebih jelas :), klik di sini BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang             Konsep bilangan dan pengembangannya menjadi sistem angka muncul jauh sebelum adanya pencatatan sejarah, sehingga evolusi dari sistem itu hanyalah merupakan dugaan semata. Petunjuk mengenai awal manusia mengenal hitungan ditemukan oleh arkeolog Karl Absolom pada tahun 1930 dalam sebuah potongan tulang serigala yang diperkirakan berumur 30.000 tahun. Pada potongan tulang itu ditemukan goresan-goresan kecil yang tersusun dalam kelompok-kelompok yang terdiri atas lima, seperti lllll lllll lllll. Sehingga  tidak diragukan lagi bahwa orang-orang primitif sudah memiliki pengertian tentang bilangan dan mengerjakannya dengan metode ijir (tallies), menurut suatu cara korespondensi satu-satu. Ijir adalah sistem angka yang berlambangkan tongkat tegak.             Jadi dapat kita buktikan bahwa orang orang terdahulu telah mengenal tulisan namun mereka tikak menggunakanangka untuk menghitung

Makalah Kurikulum 1994

untuk versi word klik di sini BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Kurikulum adalah suatu hal yang esensial dalam suatu penyelenggaraan pendidikan. Secara sederhana, kurikulum dapat dimengerti sebagai suatu kumpulan atau daftar pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik komplit dengan cara pemberian nilai pencapaian belajar di kurun waktu tertentu. Kurikulum harus mampu mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang berbeda secara individual, baik ditinjau dari segi waktu maupun kemampuan belajar. Oleh karena itu, merumuskan suatu kurikulum sudah barang tentu bukan perkara gampang. Banyak faktor yang menentukan dalam proses lahirnya sebuah kurikulum. Dalam merancang kurikulum biasanya dibentuk suatu tim kerja khusus yang dapat berupa lembaga resmi, misalnya seperti Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Kurikulum sampai saat ini sebagai satu-satunya lembaga resmi bermandat menelurkan kurikulum bagi sekolah penyelenggara pendidikan nasional Indonesia. T