Untuk versi word, klik di sini
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengemis merupakan hal yang tidak asing lagi di mata
kita sebagai makhluk sosial. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung,
Medan, dan di beberapa kota lain sangat mudah untuk dijumpai, lebih di jalan
raya dan persimpangan yang tersedia lampu lalu lintas.
Mengemis adalah hal yang sangat memalukan dan hina,
hanya merendahkan harga diri. Pengemis sebagai masalah sosial yang cukup
signifikan, sudah menjadi kontroversi di dalam masyarakat dan memunculkan
perbedaan pendapat tentang bagaimana cara menanggulanginya dan siapa yang
bertanggung jawab atas mereka. Berbagai solusi dan kebijakan sudah dikemukakan,
namun seolah-olah solusi dan kebijakan itu menimbulkan kebuntuan dan
kontroversi tersendiri.
Secara umum, kita mengetahui bahwa para pengemis
adalah bagian dari masyarakat yang dianggap sebagai tuna karya, tuna wisma
(homeless). Akan tetapi, sebagian dari masyarakat kita terlanjur
mengakui bahwa semua pengemis pantas untuk dianggap seperti yang telah
disebutkan diatas, dan mengabaikan tentang latar belakang mereka.
Kita dapat mengkaji latar belakang para pengemis dan
mencari solusi untuk masalah sosial mereka mungkin dengan mendiferensiasikan
mereka menjadi dua katagori, yaitu:
1. Pengemis yang cacat (difabel), dan tidak
berkemampuan produktif secara ekonomi.
2. Pengemis yang tidak cacat (non-difabel), dan
berkemampuan produktif secara ekonomi.
Bagi pengemis yang masuk di dalam katagori yang
pertama, ketidakmampuan mungkin pantas bagi mereka untuk menjadi alasan sebagai
latar belakang mereka untuk memilih jalan menjadi pengemis dan mencari tahu
siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas mereka. Sebaliknya bagi pengemis
yang masuk dalam katagori kedua dan bahkan menjadikan mengemis sebagai sebuah
profesi atau pekerjaan tetap, mungkin alasan yang tepat bagi mereka adalah kemalasan
yang berkepanjangan.
B.
Rumusan
Masalah
a.
Apa
yang dimaksud dengan pengemis?
b.
Apa
yang menyebabkan mereka mengemis?
c.
Bagaimanakah
Perkembangan Pengemis?
d.
Adakah
yang melarang profesi pengemis?
e.
Bagaimana
pandangan islam terhadap pengemis?
f.
Adakah
solusi bagi para pengemis?
C.
Tujuan
ü Mengetahui pengertian pengemis
ü Mengetahui dampak buruk pengemis
ü Mengetahui solusi bagi pengemis
ü Mengetahui bahwa islam tidak menyarankan untuk
mengemis
ü Mengetahui apa yang harus dilakukan untuk pengemis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengemis
Adapun pengertian pengemis menurut KBBI (Kamus
Besar Bahasa Indonesia), Pengemis adalah meminta-minta sedekah, meminta dengan
merendah-rendah dengan penuh harapan[1].
Sedangkan Pengemis menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan
Gelandangan dan Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan
meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan
belas kasihan dari orang lain[2].
Jadi pengemis adalah orang yang meminta-minta kepada
orang lain dengan harapan agar di berikan sebagian rejeki kepadanya. Mereka
akan melakukan apa saja yang bisa menarik perhatian masyarakat sehingga
masyarakat mau mengulurkan tangan kepada mereka.
Sungguh pengemis adalah pekerjaan yang sangat
memalukan karena di lapangan banyak kita lihat orang-orang yang masih muda dan
kuat berprofesi sebagai pengemis. Ini semua terjadi karena mereka merasa mereka
tidak mampu melakukan pekerjaan lain selain mengemis.
Ada dua macam pengemis yang ada dalam kehidupan kita:
Pertama: pengemis yang cacat (difabel), dan tidak
berkemampuan secara ekonomi. Ini adalah pengemis yang jujur dengan
ketidak-mampuannya dalam mencari nafkah. Namun tetap saja yang namanya pengemis
tidak boleh di manja karena jika dimanja mereka akan ketagihan dan merasa bahwa
profesi pengemis adalah satu-satunya jalan untuk mencari nafkah dalam memenuhi
kebutuhan hidup mereka.
Kedua: pengemis yang tidak cacat (non- difabel), dan
memiliki kemampuan secara ekonomi. Mereka ini adalah pengemis yang sudah
terlanjur ketagihan dalam profesi ngemis. Mereka melakukan apa saja agar bisa
menarik simpati serta rasa kasihan dari masyarakat. Mereka bahkan dengan sadar
membohongi masyarakat dengan membuat luka palsu, berpura-pura cacat fisik,
memakai baju kumuh, menyewa bayi, dan masih banyak lagi ide-ide kreatif mereka
dalam hal yang satu ini.
B. Faktor Semakin Banyaknya Pengemis
1. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan faktor utama yang menjadikan
seseorang menjadi pengemis. Karena minimnya pendapatan bahkan tidak adanya
pendapatan membuat fikiran seseorang menjadi buntu dan tidak tau apa yang harus
dilakukan. Akhirnya mencari jalan pintas yakni mengemis.
2. Masalah Pendidikan
Pada umumnya pengemis memiliki pendidikan yang rendah,
bahkan ada yang tidak memperoleh pendidikan secara formal. Ini menjadi salah
satu alasan seorang pengemis untuk tetap menjadi pengemis. Karana saat
kebanyakan pengusaha mencari karyawannya yang memiliki ijazah.
3. Masalah Keterampilan
Pada umumnya pengemis tidak memiliki keterampilan yang
sesuai dengan tuntutan kerja sehingga tidak ada yang mau menerima mereka
bekerja.
4. Merasa Harga Diri Rendah
Kehidupan yang serba kekurangan membuat mereka merasa
harga diri mereka rendah dan merasa mereka tidak layak bekerja sebagaimana
orang lain bekerja. Perasaan ini cenderung membuat mereka hidup bergantung
kepada orang lain.
5. Pasrah Terhadap Nasib
Mereka merasa pengemis adalah nasib mereka yang sudah
ditakdirkan. Dan mereka juga merasa bahwa dengan kemampuan minimal yang mereka
miliki tidak akan pernah mampu mengubah hidup mereka menjadi lebih baik. Hal
ini ditandai dengan banyaknya pengemis yang tetap mempertahankan kehidupannya
dan tetap dalam keadaan mengeluh.
6. Susahnya Mencari Pekerjaan
Setiap orang menginginkan sebuah pekerjaan yang layak
dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini menjadikan orang-orang harus
bersaing dalam hal pencarian kerja. Dan sistem ini sangat sulit diikuti oleh
para pengemis.
7. Ketagihan
Banyak sekali berita-berita yang telah mengupas
tentang kehidupan pengemis. Banyak sekali ditemukan pengemis betah dengan
profesi ini. Hal ini karena mengemis merupakan hal pekerjaan yang sangat mudah
untuk dilakukan. Tidak perlu banting tulang, melainkan hanya perlu menyayat
hati masyarakat umum agar mau memberikan sebagian hartanya kepada sang
pengemis.
Semakin banyaknya pengemis yang berada di jalanan
membuat para pengemis harus bersaing untuk mendapatkan hati masyarakat.
Sebagian dari mereka bahkan mampu membuat luka palsu seolah-olah menjadi luka
sungguhan, sebagian lagi ada yang berpura-pura cacat tidak mampu berjalan,
bahkan ada pula yang menyewa bayi untuk menarik simpati masyarakat.
Dalam menjalankan aksi mengemis, pengemis perempuan
bahkan tega memukul bayi yang di sewanya agar menangis. Ini dilakukan agar
masyarakat mengira bahwa anak itu sungguh membutuhkan pertolongan berupa
makanan dan uang untuk memenuhi asupan si anak.
C. Perkembangan Pengemis
Seperti tahun-tahun sebelumnya Ramadhan selalu
menjadi bulan yang dimanfaatkan oleh para pengemis. Karena bulan Ramadan sangat
banyak orang yang berlomba-lomba untuk memberi sedekah dalam hal mencari
amalan-amalan untuk di akhirat. Di sisi lain pengemis dan anak jalanan semakin
ramai. Mereka melihat peluang semakin banyak penghasilan karena bulan puasa.
Pengendara mobil dan motor umumnya lebih banyak yang memberi dengan harapan
pahala yang didapat semakin banyak. Namun hal ini keliru, karena memberikan
uang kepada pengemis malah membuat mereka semakin malas dan ketagihan.
Kehadiran pengemis dan orang miskin tidak luput
dari kesalahan kita juga. Banyak dari kita yang “suka” memberi sedekah ternyata
telah memanjakan mereka. Belas kasihan yang tidak tepat sasaran. Memberi uang
kepada mereka bukanlah bentuk pertolongan yang bijak. Karena hanya Akan
menambah semaraknya praktek mengemis. Ketidakpedulian kita terhadap kondisi
pemerintah yang abai akan kondisi ini pun menjadi sebuah kesalahan. Pembiaran
kemiskinan sama saja dengan pembiaran semakin banyaknya pengemis dan anak
jalanan.
Sebuah
berita yang kami ambil dari viva news:
Seorang pemuda di Amerika Serikat rela menjadi
pengemis dan berpura-pura mengalami gangguan jiwa dan cacat fisik demi mendapat
simpati dan belas kasihan dari para pejalan kaki yang lewat. Berkat aktingnya
ini, dia berhasil mendapatkan uang senilai lebih dari Rp900 juta per tahun.
Adalah Gary Thompson, pemuda asal Texas, yang rela mengemis dan berkeliaran di seputar jalanan di Lexington untuk memperoleh uang dari orang yang merasa kasihan melihat kondisi fisiknya.
Di dalam sebuah video di YouTube seperti dilansir Daily mail, Rabu 27 Februari 2013, terlihat bagaimana Thompson berakting dengan begitu meyakinkan untuk menyentuh hati para pejalan kaki yang lewat. Dia duduk di kursi roda kemudian melakukan trik seolah-olah tangannya cacat. Tidak hanya itu, Thompson pun juga berpura-pura memiliki kesulitan berbicara dan tidak mengerti apa yang diucapkan oleh orang-orang kepadanya.
Aktingnya ini ternyata sukses membuat orang-orang bersimpati melihat kondisi memprihatinkan yang dialami Thompson. Dari hasil mengemis yang sudah dia lakoni selama setahun, dia berhasil meraup 100.000 US Dollar atau setara Rp969 juta.
Aksinya ini berhasil tertangkap kamera stasiun televisi berita, LEX 18. Kepada stasiun televisi tersebut Thompson mengakui semua tipu muslihat yang telah dia lakukan selama ini, bahkan mengaku bahwa dirinya tidak mengalami cacat sama sekali.
"Saya memang ahli dalam melakukan hal ini. Saya normal dan tidak mengalami cacat apa pun. Namun dengan berpura-pura cacat mental, itu sangat membantu saya mendapat uang," ujarnya.
Thompson juga mengaku untuk memperkuat akting cacatnya, dia mengarang cerita bahwa dirinya mengalami cacat fisik akibat kecelakaan motor dan orang yang bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut tidak memberinya ganti rugi. Padahal menurut Thompson, dia mendapat ganti rugi senilai 2,4 juta US Dollar atau Rp23 miliar. Namun semua uang itu sudah dihabiskannya semua.
Ketika ditanya oleh stasiun televisi LEX 18 apakah dia akan berhenti melakukan
aksi tipu muslihatnya itu. Thompson malah tertawa dan mengatakan tidak
berencana untuk berhenti dalam waktu dekat. Dia bahkan sama sekali tidak merasa
menunjukkan rasa penyesalan karena telah menipu orang-orang.
Atas aksinya ini, Thompson kemudian ditangkap polisi dan dinyatakan bersalah atas tindak penipuan yang dilakukannya.
Dari berita diatas terlihat bahwa, pengemis betah dengan
kariernya karena lebih menjamin kelangsungan hidup mereka. Tidak memberikan
uang kepada pengemis ternyata tidak membuat orang berhenti menjadi pengemis.
Mereka malah melakukan drama-drama yang lebih menyayat hati, seperti membawa
bayi yang masih berumur beberapa minggu, berpanas-panasan dan berhujan-hujan
dengan bayinya, menggeserkan badannya di antara roda-roda mobil. Pemerintah
daerah pada dasarnya dengan mudah dapat membasmi pengemis. Lokasi operasi
pengemis mudah diketahui. Mereka biasanya beroperasi di jalan-jalan macet,
termasuk di perempatan jalan. Pengemis juga mudah ditemukan di berbagai jembatan
penyeberangan. Usaha untuk menangkap pengemis juga telah dilakukan tapi
kemudian menjadi tayangan yang menyentuh rasa kemanusiaan kita, dan beberapa
kalangan mengatakan ini semua karena Pemerintah tidak mampu menyediakan
lapangan kerja. Akhirnya Pemerintah serba salah dan lebih memilih untuk
menghukum orang-orang yang memberikan uangnya kepada pengemis dan masalah
pengemis tidak pernah terselesaikan secara tuntas.
D.
Mengemis
Dalam Pandangan Islam
1.
Islam tidak pernah menganjurkan untuk meminta-minta
Islam tidak menghalalkan adanya meminta-minta, artinya
meminta- minta adalah pekerjaan yang haram yang akibatnya berdosa jika
mengerjakannya. Terkecuali dalam tiga kondisi: fakir yang sangat, hutang yang
melilit, serta musibah dan bencana. Selain tiga hal itu, seseorang tidak
diperbolehkan untuk meminta-minta. Apalagi berbohong demi mendapatkan dari
meminta-minta. Dosanya sudah berlipat ganda. Dalam islam, barang siapa yang
meminta-minta berarti dia meminta pada Allah untuk menjadi miskin atau menutup
pintu rejekinya.
Islam tidak mengajarkan mengemis, hal itu akan
menimbulkan kemalasan saja. Dalam suatu riwayat disebutkan,
suatu ketika di kota Madinah, ketika Rasulullah Saw sedang duduk-duduk bersama
para sahabat dan kaum Anshor, datang seorang laki-laki yang berusia setengah
baya (40-50 tahun), laki-laki itu ternyata pengemis dan meminta-minta sedekah
kepada Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw segera mendatangi pengemis itu dan
menasihatinya agar tidak mengemis dan memerintahkannya untuk bekerja karena
secara fisik dia mampu untuk bekerja. Namun si pengemis itu mengatakan bahwa
dia sulit mencari pekerjaan. Kemudian Rasulullah Saw menanyakan harta apa yang
dia punyai di rumahnya, si pengemis mengatakan dia hanya mempunyai selembar
kain selimut yang terbuat dari kulit unta.
Rasulullah Saw memerintahkan agar selimut itu diambil,
lalu setelah si pengemis itu mengambil selimut kulitnya di rumah Rasulullah
menawarkan selimut tadi kepada orang-orang yang ada di situ, salah seorang kaum
Muhajirin membeli selimut itu, kemudian setelah mendapatkan uang, Rasulullah
memerintahkannya untuk membeli sebuah kapak di pasar. Dan sejak saat itu si
pengemis mendapat pekerjaan baru yaitu menjadi tukang kayu. Artinya, kita jangan memberikan uang kepada peminta-minta. Kalau
kita memberi uang, seumur hidupnya dia akan meminta-minta.
Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa yang ditimpa kesulitan lalu ia mengadukannya kepada manusia, maka
tidak akan tertutup kefakirannya. Dan siapa yang mengadukan kesulitannya itu
kepada Allah, maka Allah akan memberikannya salah satu di antara dua kecukupan:
kematian yang cepat atau kecukupan yang cepat.”
Ada dua hal yang dapat menuntaskan masalah ini, yaitu
zakat dan ilmu. Zakat disini bukan berarti se merta-merta memberikan uang
kepada pengemis setiap bulan. Kita mempunyai Badan Amil Zakat Infak dan
Shodaqah (BAZIS), kita harapkan kepada Bazis untuk membuat pelatihan dan
pengarahan bagaimana mencari uang. Kedua, ilmu. Karena dengan ilmulah pintu
rezeki itu terbuka.” Siapa yang menghendaki dunia dia harus berilmu. Siapa
menghendaki akhirat, dia juga harus berilmu. Dan siapa yang menghendaki dunia
dan akhirat dia juga harus berilmu.”
Pemerintah harus memberikan keterampilan kepada
pengemis, sehingga mereka tidak bergantung kepada dermawan. Pemerintah juga
memberikan ilmu kepada pengemis dan membuka lapangan pekerjaan. Dalam agama
Islam, yang mendustakan agama adalah orang yang tidak menganjurkan memberi
makan orang miskin. Jadi, solusinya adalah memberikan pendidikan, memberikan
alat untuk mencari.
2.
Dalil-dalil yang membuktikan bahwa islam tidak
menganjurkan meminta-minta (pengemis)
1.
“ibnu Umar r.a. berkata, “ketika Nabi SAW.
Berkhutbah diatas mimbar dan menyebut sedekah dan minta-minta, beliau bersabda.
“tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah, tangan yang diatas member dan tangan yang
dibawah meminta.”
2.
Hakim bin Hazim berkata, “Nabi SAW. Bersabda, “tangan
yang diatas lebih baik daripada tangan yang dibawah, dan dahulukan keluargamu
(orang-orang yang wajib kamu beri belanja), dan sebaik-baiknya sedekah itu dari
kekayaan(yang berlebihan), dan siapa yang menjaga kehormatan diri (tidak
meminta-minta), maka Allah akan mencukupinya, demikian pula siapa yang beriman
merasa sudah cukup, maka Allah akan membantu memberinya kekayaan.”
(di keluarkan oleh
imam Bukhari dalam “kitab Zakat” bab “tidak
ada zakat kecuali dari orang yang kaya.”)
3.
“Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW. Bersabda,
jika seorang itu pergi mencari kayu, lalu diangkat seikat kayu diatas
punggungnya (yakni untuk dijual di pasar), maka itu lebih baik bagimu daripada
meminta kepada seseorang baik di beri atau di tolak.”
- Tanggung Jawab Atas Pengemis
Tanggung jawab atas pengemis, mungkin
seharusnya menjadi salah satu kewajiban pemerintah apabila kita merujuk pada
UUD 1945 pasal 34 :
- Fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara oleh negara.
- Negara mengembangkan sistem jaminan sosial
bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
- Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.
- Beberapa Solusi
untuk Pengemis
Adapun solusi guna mengurangi pengemis diantaranya:
1.
Mengusulkan kepada pemerintah untuk segera membangun tempat khusus bagi
para pengemis, baik pengemis difabel maupun pengemis non difabel
yang menyediakan fasilitas untuk meningkatkan kemampuan produktif ekonomi
mereka.
2.
Mempertimbangkan untuk memotivasi para pengemis non difabel yang
memiliki sifat kemalasan berkepanjangan dan mungkin menjadikan mengemis sebagai
sebuah profesi atau pekerjaan tetap dengan cara mengurangi pemberikan bantuan
kepada mereka.
3.
Tidak
memberikan uang kepada para pengemis karena memberikan uang kepada mereka malah
membuat mereka bertambah malas untuk mencari pekerjaan yang lainnya. Disamping
itu, cara ini juga membuat para pengemis merasa mereka sudah tidak bisa lagi
mendapatkan nafkah di jalanan sehingga mereka mau tidak mau harus mencari
pekerjaan dan tidak lagi berprofesi sebagai pengemis.
4.
Pemerintah harus menangkap para pengemis, pengamen, dan anak jalanan dan di
pulangkan ke kampungnya masing-masing.
5.
Pemerintah harus menyediakan sarana latihan keterampilan gratis bagi para
pengemis, pengamen , dan anak jalanan tersebut agar mereka mempunyai
keterampilan yang bisa dipakai untuk berkarya dan berkerja.
BAB III
PENUTUP
a.
Simpulan
Pengemis adalah orang-orang
yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai
cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Jika ingin
membantu pengemis untuk menyelesaikan masalah ekonomi mereka, maka kita
dianjurkan untuk tidak memberi uang kepada mereka melainkan memberikan arahan
atau bahkan jika mampu berikanlah sebuah pekerjaan yang layak untuk mereka agar
mereka tidak mengemis. Karena tidak ada yang menganjurkan kita untuk mengemis/
meminta-minta baik itu agama, maupun negara.
b.
Saran
Berusahalah semaksimal mungkin untuk tidak menjadi pengemis, dan
berusahalah untuk membantu orang-orang yang dalam kesusahan. Membantu tidak
mesti dengan uang, melainkan dengan pengarahan, atau materi lain yang sifatnya
produktif.
Comments
Post a Comment