Skip to main content

Pembangunan Peradaban dan Intelektual Pada Masa Umayyah di Timur

Untuk versi word, klik di sini
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya kekuasan yang berpola Dinasti atau kerajaan. Pola kepemimpinan sebelumnya (khalifah Ali) yang masih menerapkan pola keteladanan Nabi Muhammad, yaitu pemilihan khalifah dengan proses musyawarah akan terasa berbeda ketika memasuki pola kepemimpinan dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya.
Bentuk pemerintahan dinasti atau kerajaan yang cenderung bersifat kekuasaan foedal dan turun temurun, hanya untuk mempertahankan kekuasaan, adanya unsur otoriter, kekuasaan mutlak, kekerasan, diplomasi yang dibumbui dengan tipu daya, dan hilangnya keteladanan Nabi untuk musyawarah dalam menentukan pemimpin merupakan gambaran umum tentang kekuasaan dinasti sesudah khulafaur rasyidin. Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak pembai’atan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan baginya.[1]
Jatuhnya Ali dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij (kelompok yang membangkan dari Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa bulan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, namun dengan perjanjian bahwa pemmilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada umat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan am jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan ummat Islam menjadi satu kepemimpinan, namun secara tidak langsung mengubah pola pemerintahan menjadi kerajaan.
Meskipun begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru dalam kemajuan peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan sumbangan-sumbangannya dalam perluasan wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya.

B.    Rumusan Masalah
Ada pun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana latar belakang munculnya keinginan dalam pembangunan peradaban dinasti Umayyah?
2.      Bagaimana peradaban dalam gerakan intelektual, bahasa, dan sastra?
3.      Apa penerapan system pemerintahan dalam segala aspek (militer, peradilan, dan ekonomi) ?




BAB II
PEMBAHASAN
PEMBANGUNAN PERADABAN DAN INTELEKTUAL  PADA MASA UMAYYAH
DI TIMUR

A.    Latar Belakang Munculnya Keinginan Dalam Pembangunan Peradaban Pada Dinasti Umayyah
Hampir semua sejarahwan membagi Dinasti Umayyah menjadi dua, yaitu pertama, Dinasti Umayyah yang dirintis dan didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus. Fase ini berlangsung sekitar satu abad  dan mengubah system pemerintahan dari system khalifah pada system mamlakat (kerajaan atau monarki) dan kedua Dinasti Umayyah di Andalusia yang pada awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah dibawah pimpinan seorang gubernur pada zaman Walid Ibn Abd Al-Malik, kemudian diubah menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Abbas setelah berhasil menaklukkan Dinasti Umayyah di Damaskus.
Perintis Dinasti Umayyah ditaklukan oleh Muawiyah dengan cara menolak membai’at Ali, berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali yang secara politik sangat menguntungkan Muawiyah.
Keberuntungan Muawiyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh Khalifah Ali r.a. jabatan khalifah Ali r.a. wafat, dipegang oleh putranya Hasan Ibn Ali selama beberapa bulan. Akan tetapi, karena tidak didukung oleh pasukan yang kuat, sedangkan pihak Muawiyah semakin kuat akhirnya Muawiyah melakukan perjanjian dengan Hasan Ibn Ali. Isi perjanjian itu adalah bahwa pergantian pemimpin akan diserahkan kepada umat islam setelah masa Muawiyah berakhir. Perjanjian itu dibuat pada tahun 661 M (41 H) dan tahun tersebut disebut am jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan umat islam kembali menjadi satu kepemimpinan politik, yaitu Muawiyah dan Muawiyah mengubah system khalifah menjadi kerajaan.



Pada masa itu, umat islam telah bersentuhan dengan peradaban Persia dan Bizantium. Oleh karena itu, Muawiyah juga bermaksud meniru cara sukses kepemimpinan yng ada di Persia dan Bizantium yaitu kerajaan. Akan tetapi, gelar pemimpin pusat tidak disebut raja (malik). Muawiyah tetap menggunakan gelar khalifah dengan makna konotatif yang diperbarui. Jika pada zaman khalifah empat, khalifah yang dimaksudkan adalah khalifah Rasul SAW. (khalifat Al-Rasul ) adalah pemimpin masyarakat, sedangkan pada zaman Bani Umayyah yang dimaksud dengan khalifah adalah khalifah Allah (khalifah Allah) adalah pemimpin atau penguasa yang diangkat oleh Allah. Langkah awal dalam rangka memperlancar pengangkatan Yazid sebagai penggantinya adalah menjadi Yazid Ibn Muawiyah sebagai putra mahkota (tahun 53 H).
Pemerintahan Bani Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdi Manaf. Dia adalah salah seorang tokoh penting ditengah Quraisy pada zaman Jahiliyah. Dia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.
Setelah islam datang, pertarungan menduduki kekuasaan ini menjelma menjadi sebuah permusuhan yang transparan dan terbuka. Bani Umayyah melakukan perlawanan terhadap Rasulullah dan dakwahnya, sedangkan Bani Hasyim mendukung Rasulullah dan mengikutinya. Bani Umayyah tidak masuk islam kecuali tidak ada jalan lain yang mengharuskan mereka masuk islam. Ini terjadi setelah penaklukan kota Mekah.[1]
Muawiyah bin Abu Sofiyan bin Harb bin Umayyah bin Abd asy-Syams bin Abd Manaf bin Qushay. Nama panggilan nya Abu Abdur Rahman Al-Umawi. Dia dan ayahnya masuk islam pada saat pembukaan kota Mekah, ikut dalam perang Hunain, termasuk orang-orang mualaf yang ditarik hatinya untuk masuk islam, dan keislamannya baik serta menjadi salah seorang penulis wahyu.[2]





Muawiyah berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya dikarenakan kemenangan diplomasi di Siffin dan terbunuhnya khalifah Ali. Pertama adalah berupa dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan dari Bani Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang lama diperintah oleh Muawiyah mempunyai pasukan yang kokoh, terlatih dan disiplin di garis depan dalm peperangan melawan Romawi. Negeri Suriah sendiri terkenal makmur dan menyimpan sumber alam yang berlimpah. Di tambah lagi bumi Mesir yang berhasil dirampas, maka sumber-sumber kemakmuran dan suplai bertambah bagi Muawiyah.
Kedua, sebagai seorang administrator, Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Pembantu Muawiyah merupakan politikus yang sangat mengagumkan di kalangan muslim arab. Akses mereka sangat kuat dalam perpolitikan Muawiyah.
Ketiga, Muawiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat “hilm” sifat yang dimiliki oleh para pembesar Mekah zaman dahulu. Seorang manusia hilm seperti Muawiyah dapat mengusai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentu.















Adapun urutan khalifah Umayyah adalah sebagai berikut.
1.      Muawiyah I bin Abi Sufyan         41-60H/661-679M
2.      Yazid I bin Muawiyah                  60-64H/679-683M
3.      Muawiyah II bin Yazid                64H/683M
4.      Marwan I bin Hakam                    64-65H/683-684M
5.      Abdul Malik bin Marwan             65-86H/684-705M
6.      Al-Walid I bin Abdul Malik         86-96H/705-714M
7.      Sulaiman bin Abdul Malik            96-99H/714-717M
8.      Umar bin Abdul Aziz                   99-101H/717-719M
9.      Yazid II bin Abdul Malik             101-105H/719-723M
10.  Hisyam bin Abdul Malik              105-125H/723-742M
11.  Al-Walid II bin Yazid II              125-126H/742-743M
12.  Yazid bin Walid bin Malik           126H/743M
13.  Ibrahim bin Al-walid II                126-127H/743-744M
14.  Marwan II bin Muhammad           127-132H/744-750M[3]
Para sejarahwan umumnya sependapat bahwa khalifah terbesar dari daulah Bani Umayyah ialah Muawiyah, Abdul Malik, dan Umar bin Abdul Aziz.
Muawiyah bin Abi Sufyan adalah bapak pendiri Dinasti Umayyah. Dia adalah tokoh pembangun yang besar. Namanya disejajarkan dalam deretan khulafaurasyidin. Bahkan kesalahannya yang menghianati prinsip pemilihan kepala Negara oleh rakyat, dapat dilupakan orang karena jasa-jasa dan kebijaksanaan politiknya yang mengagumkan. Muawiyah mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan bin Ali bin Abi Thalib berdamai dengannya pada tahun 40 H. Muawiyah  menerima kekhalifahan di Kufah dengan syarat-syarat yang diajukan oleh Hasan, yakni
a.       Agar Muawiyah tiada menaruh dendam terhadap seorang pun penduduk Irak
b.      Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka
c.       Agar pajak tanah negri Ahwaz diperuntukan kepadanya dan diberikan tiap tahun

d.      Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya, Husein 2 juta dirham
e.       Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdis Syams.

B.     Perkembangan Peradaban Dalam Gerakan Intelektual, Bahasa dan Sastra
1.      Dalam Gerakan Intelektual
Menurut Jurji Zaidan beberapa kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut.
a.       Pengembangan Bahasa Arab
Para penguasa Dinasti Umayyahtelah menjadi Islam sebagai daulah, kemudian dikuatkannya dan di kembangankanlah bahasa Arab dalam wilayah kerajaan Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha Negara dan pemerintahan sehingga pembukuan dan surat-menyurat harus menggunakan bahasa arab yang sebelumnya menggunakan bahasa romawi atau bahasa Persia di daerah bekas jajahan mereka dan di Persia sendiri.
b.      Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Dinasti umayyah juga mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan itu dinamakan Marbad, kota satelit dari Damaskus. Di kota Marbad inilah berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, penyair dan cendikiawan lainnya, sehingga kota ini diberi gelar ukadz-nya islam.
c.       Ilmu Qiraat
Ilmu qariaat adalah ilmu seni baca Al-qur’an. Ilmu qiraat merupakan ilmu syariat tertua yang telah dibina sejak zaman khulafaur rasyidin. Kemudian mas adinasti umayyah dikembang luaskan sehingga menjadi cabang ilmu syariat yang sangat penting. Pada masa ini lahir para ahli qiraat ternama seperti Abdullah bin Qusair  dan AShim bin Abi Nujud.


d.      Ilmu Tafsir
Untuk memehami Al-qur’an sebagai kitab suci diperlukan interprestasi pemahaman komprehensif. Minat untuk menafsirkan Alquran dikalakangan umat islam bertambah. Pada masa perintisan ilmu tafsir ulam yang membukukan ilmu tafsir yaitu Mujahi.
e.       Ilmu Hadis
Ketika kaum muslimin telah berusaha memahami Alquran ternyata ada satu hal yang juga sangat mereka butuhkan yaitu ucapan-ucapan nabi yang disebut hadis. Oleh karena itu, timbullah usaha untuk mengumpulkan hadis menyelidiki asal-usulnya sehingga akhirnya menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan ilmu hadis. Diantara para ahli hadis yang termansyur pada dinasti umayyah adalah Al-Auzai Abdurahman bin Amru, Hasan Bahri, Ibnu Abu Malikah.
f.       Ilmu Fiqh
Setelah islam menjadi daulah maka para pengusa sangat membutuhkan adanya peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan berbagai masalah. Mereka kembali kepada Alquran dan hadis dan mengeluarkan syariat
Dari kedua sumber tersebut untuk mengatur pemerintahan dan memimpin rakyat. alquran adalah dasar fiqh islam dan pada zaman ini ilmu fiqh telah menjadi satu cabang ilmu syariat yang berdiri sendiri. Dianatra ahli fiqh yang terkenal adalah Sa’ud bin Musib, Urwah, Qasim Ubaidillah dan Kharijah.
g.      Ilmu Nahwu
Pada masa dinasti umayyah karena wilayah nya berkembang secara luas khususnya diwilayah luar arab maka ilmu nahwu sangat diperlukan. Hal tersebut  disebabkan pula bertambahnya orang-orang Ajam (non-arab) yang masuk islam sehingga keberadaan bahasa arab sangat dibutuhkan.maka dibukukanlah ilmu nahwu dan dikembangkan.





h.      Ilmu Jughrafi dan Tarikh
Jughrafi dan tarikh pada masa  dinasti umayyah telah berkembang menjadi ilmu tersendiri. Demikian pula ilmu tarikh (ilmu sejarah), baik sejarah umum maupun sejarah islam pada khususnya. Adanya pengembangan dakwah islam kedaerah-daerah baru yang luas dan jauh menimbulkan gaurah untuk mengarang ilmu jughrafi (ilmu bumi dan geografi) demikian pula ilmu tarikh.
i.        Usaha Penerjemahan
Untuk kepentingan pembinaan dakwah islamiyah, pada mas adinasti umayyah dimulai pula penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa-bahasa  lain kedalam bahasa arab. Dengan demikian jelaslah bahwa gerakan penejemahan telah dimulai pada zaman ini hanya baru berkembang pesat pada zaman dinasti abbasiyah. [4]
j.        Kertas, Kompas dan mesin
Pada tahun 650 M bermula percobaan pertama di Samarkand dan Bukhara bagi pembikinan kertas dengan menggunakan ampas sutra. Pada tahun 705 M seorang tokoh bernama Jusuf Amron di kota Mekah melukukan pembikinan kertas dengan menggunakan kapas bagi mengganti ampas sutra. Semenjak itu dikenal sejenis kertas yang disebut “damask-paper” oleh karena pembikinan kertas itu lebih berkembang pesat di ibukota Damaskus.
Kompas bagi keperluan pelayaran merupakan alat penting yang diwariskan daulat umayyah kepada umat manusia sampai kini. Perkembangan pelayaran dari teluk parsi dan teluk aden mengharungi lautan Hindia arah ketimur itu bagi mengangkut rempah-rempah yang amat dibutuhkan dunia dingin itu mau tak mau telah mendorong pelaut arab dan pelaut parsi itu menciptakan sutu alat yang amat penting itu yaitu kompas.
Mesin telah di temukan lebih dahulu di Tiongkok akan tetapi penggunaanya terbatas bagi keperluan upacara-upacara keagamaan dan keramaian, yaitu mercon. Tetapi sewaktu mesin itu diimport oleh daulat umayyah melalui jalan sutera yang terkenal itu sifat nya berubah menjadi peralatan militer.[5]

2.      Bahasa
Bani Umayah selalu berusaha untuk meningkatkan derajat bangsa Arab sebagai bangsa penguasa di antara bangsa lain yang dikuasai.  Kefanatikan itu terlihat dari dijadikannya bahasa Arab menjadi bahasa resmi Negara pada masa khalifah Abd al-Malik ibn Marwan. Sehingga semua peritah dan peraturan secara resmi memakai bahasa Arab. Akibatnya bahasa Arab dipelajari orang, sehingga muncul ilmu qowaid, nahwu, sharaf dan ilmu lain yang mempelajari bahasa Arab. Pada masa dinasti Umayyah ini, Abu Aswad ad-Duali (w. 681 M) menyusun gramatika Arab dengan member titik pada huruf-huruf hijaiyah yang semula tidak bertitik. Usaha ini mempunyai arti yang besar dalam pengembangan dan perluasan bahasa Arab, serta mempermudah orang untuk membaca, mempelajari, memahaminya dan menjaga barisan yang menentukan gerak kata dan bunyi suara serta ayuna iramanya hingga dapat diketahui maknanya. 

3.      Dalam Gerakan Sastra
Daulah umayyah masih dekat sekali masnya dengan kebiasaan-kebiasaan tradisional di Arabia, seperti dipertandingkan setiap tahunnya di dalam keramaian tahunan Al-Ukkadz maka perkembangan yang lebih pesat dan menonjol ialah didalm bidang seni sajak hinggan muncul penyair-penyair Arab terbesar masa itu, yang himpunan sajak satu persatunya masih dikagumi sampai kini baik oleh pihak barat sendiri.
Ghayyat Taglibi AL-AKHTAL ( 640-710 ),seorang penyair arab nasrani yang senantiasa beroleh tempat kehormatan pada balai penghadapan khalif-khalif Umyyah. Kumpulan sajaknya dihimpun oleh Abu-Said Al-Sakkari dan  Muhammad ibn Abbas Al-Yazidi.


JURAIR (653-733) beroleh gelaran Abu Hazrat lahir pada waha Yamamah, beroleh tempat kehormatan pada balai penghadapan khalif-khalif umayyah. Kumpulan sajaknya dihimpun oleh Abu Jaffar Muhammad ibn Hubaib. Dicetak buat pertama kalinya di Kairo dalam tahun 1935.
AL-FARADZAK (641-732), seorang penyair istana lahir di Basrah dan nama lengkapnya Hammam ibn Ghalib ibn Shasa Al-darimi Al-Tamimi. Kumpulan sajaknya dihimpun oleh  Abu Jaffar Muhammad ibn Hubaib al-Nahwi Al-Bashri.[6]


C.    Penerapan-Penerapan Sistem Pemerintahan Dalam Segala Aspek (Militer, Peradilan, Ekonomi) dalam Menunjang Terjadinya Peradaban
1.      Aspek Militer
Menurut prof. Ahmad Syalabi penaklukan di militer dizaman umayyah mencakup tiga fron penting, yaitu
Petama, front melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasran utama pengepungan ke ibu kota Konstantinopel dan penyerangan ke pulau-pulau Laut Tengah.
Kedua, front afrika Utara. Selain menunudukan daerah hitam Afrika pasukan muslim juga menyebrangi Selat Gibraltar lalu masuk ke Spanyol.
Ketiga, front timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehinggan operasi dijalur ini dibagi menjadi dua arah. Yang satu menuju arah ke daerah-daerah seberang sungai Jihun sedangkan yang lainnya kearah selatan menyusuri Sind, wilayah India bagian barat.
Ekspansi ke timur yang telah dirintis olehMuawiyah lalu disempurnakan oleh khalifah Abdul Malik. Di bawah komando Gubernur Irak, Hajaj binYusuf tentara kaum muslimin menyebrangi sungai Ammu Darya dan menundukan Balkh, Bukhara, Khawarizm, dan Samarkand.


2.      Aspek Peradilan
Pada masa pemerintahan khulafaur- rasyidin (632-661) dengan ibukota di Madinah Al-Munawwarah itu pimpinan pemerintahan pusat Cuma terdiri atas khalif didampingi seorang pejabat yang dipanggil Al-katib bermakna sekretaris . disamping khalif itu ada majlis penasihat terdiri atas sahabat-sahabat Nabi Muhammad yang di panggilkan dengan Al-Habi.
tetapi pada masa daulat umayyah yakni cuma lebih kurang 100 tahun sepeninggal Nabi Muhammad wilayah kekuasaan islam sudah msncapi perwatasan Tiongkok di sebelah timur dan pesisir Atlantik pada belahan barat termasuk wilayah Spanyol beserta Perancis selatan.
Mau tak mau berlangsung perkembangan tata pemerintahan sesuai dengan perkembangan urusan kenegaraan yang bertambah lama bertambah kompleks.
Di samping majlis penasihat yang mendampingi khalif maka berlaku pembagian tugas pemerintahan sebagai berikut.
a.       Katib Al-rasail, yakni sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan pembesar setempat.
b.      Katib Al-Kharaj, yakni sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran Negara.
c.       Katib Al-Jundi, yakni sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang bersangkutan dengan ketentaraan.
d.      Katib Al-Syurthah, yakni sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan umum (kepolisian).
e.       Katib Al-Qudha, yakni sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.





3.      Aspek Ekonomi
Sejumlah uang emas dan perak pernah dicetak sebelumnya pada masa ’Abd al-Malik, tapi cetakan itu hanyalah tiruan dari mata uang Bizantium dan Persia. Selanjutnya pada tahun 695-M, ’Abd al-Malik mencetak dinar emas dan dirham perak yang murni hasil karya orang Arab. Wakilnya di Irak, al-Hajjaj, mencetak uang perak di Kufah pada tahun berikutnya. Sumber uang masuk pada zaman Daulah Bani Umayyah sebagiannya diambil dari Dharaib yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara. Di samping itu, bagi daerah-daerah yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan pajak istimewa.
Namun, pada masa Umar bin Abdul Aziz, pajak untuk non muslim dikurangi, sedangkan jizyah bagi muslim dihentikan. Kebijakan ini mendorong non muslim memeluk agama Islam.
Adapun pengeluaran pemerintah dari uang masuk tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Gaji pegawai, tentara dan biaya tata usaha Negara
b.      Pembangunan pertanian termasuk irigasi dan penggalian terusa.
c.       Ongkos bagi terpidana dan tawanan perang[7]














Silsilah Bani Umayyah adalah sebagai berikut:














Umayyah
pendiri Bani Umayyah








































































































































Abu Sufyan
kepala suku 
Mekkah































































Yazid
(Gub. Siria th. 
639

























































































































































































































































































































































































































BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Muawiyah setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah) tahun 41 H (661 M).
Sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah diadopsi dari kerangka pemerintahan Persia dan Bizantium, dimana ia menghapus sistem tradisional yang cenderung pada kesukuan. Pemilihan khalifah dilakukan dengan sistem turun temurun atau kerajaan, hal ini dimulai oleh Umayyah ketika menunjuk anaknya Yazid untuk meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 679 M.
Pada masa kekuasannya yang hampir satu abad, dinasti ini mencapai banyak kemajuan. Dintaranya adalah: kekuasaan territorial yang mencapai wilayah Afrika Utara, India, dan benua Eropa, pemisahan kekuasaan, pembagian wilayah kedalam 10 provinsi, kemajuan bidang administrasi pemerintahan dengan pembentukan dewan-dewan, organisasi keuangan dan percetakan uang, kemajuan militer yang terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut, organisasi kehakiman, bidang sosial dan budaya, bidang seni dan sastra, bidang seni rupa, bidang arsitektur, dan dalam bidang pendidikan.


Kemunduran dan kehancuran Dinasti Bani Umayyah disebabkan oleh banyak faktor, dinataranya adalah: perebutan kekuasaan antara keluarga kerajaan, konflik berkepanjagan dengan golongan oposisi Syi’ah dan Khawarij, pertentangan etnis suku Arab Utara dan suku Arab Selatan, ketidak cakapan para khalifah dalam memimpin pemerintahan dan kecenderungan mereka yang hidup mewah, penggulingan oleh Bani Abbas yang didukung penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi’ah, dan golongan Mawali.

B.     SARAN
Demikianlah isi dari makalah kami, yang menurut kami  telah kami susun secara sistematis agar pembaca mudah untuk memahaminya. Berbicara mengenai sejarah, maka sejarah merupakan ilmu yang tidak akan pernah ada habisnya. Ingatlah, orang yang cerdas adalah orang yang belajar dari sejarah.
Sering kali kita lupa bahwa “meskipun” berkisah mengenai masa lampau, tapi sejarah begitu penting bagi perjalanan suatu bangsa. Melalui sejarah, kita belajar untuk menghargai perjuangan para pendahulu kita, belajar menghargai tetes darah dan keringat mereka untuk apa yang kita nikmati saat ini. Lewat sejarah kita juga belajar dari pengalaman masa lalu, dan menjadikannya sebagai modal berharga untuk melangkah di masa depan
Islam merupakan agama yang besar dengan perjalanan sejarah yang panjang. maka dari itu, marilah kita menggali lebih jauh lagi ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sejarah Islamiah. Demi menguatkan keteguhan dan rasa kebanggaan hati kita terhadap agama Islam yang kita peluk ini.




DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : CV Pustaka Setia, 2008
As-Sayuthi, Imam. Tarikh Khulafa. Jakarta Timur : Pustaka Alkautsar, 2010
Munir, Samsul.  Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umayyah.  Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2010
Souyb,  Joesoef. Sejarah Daulah Umayyah I di Damaskus. Jakarta : Bulan Bintang Keramat Kwitang 1/8, 1977









[1] Dedi Supriyadi, sejarah Peradaban Islam. (Bandung : CV Pustaka Setia, 2008), h.103-104.
[2] Imam As-Sayuthi, Tarikh Khulafa. (Jakarta Timur : Pustaka Alkautsar, 2010), h. 229.
[3] Samsul Munir, Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umayyah. (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2010), h.119-123.
[4] Samsul Munir, Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umayyah. (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2010), h.133-135
[5] Joesoef Souyb, Sejarah Daulah Umayyah I di Damaskus, (Jakarta : Bulan Bintang Keramat Kwitang 1/8, 1977), h. 239-241.
[6] Joesoef Souyb, Sejarah Daulah Umayyah I di Damaskus, (Jakarta : Bulan Bintang Keramat Kwitang 1/8, 1977), h. 238.
[7] Samsul Munir, Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umayyah. (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2010), h.128

Comments

Popular posts from this blog

ALAT PERAGA DAN MEDIA PEMBELAJARAN

untuk versi word klik di sini BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Jika kita melihat dinamika kehidupan ini, kita sudah tentu pasti melihat bahwa dunia ini terus mengalami perubahan demi perubahan. Perubahan tersebut adalah cenderung perubahan yang membawa ke hal yang lebih baik dari sebelumnya. Kita misalkan saja pada masalah teknologi yang semakin berkembang pesat menjadikan kita dituntut untuk mampu mengikuti arus tersebut. Mengikuti arus perkembangan zaman sangat perlu kita lakukan agar kita tidak termasuk orang yang tertinggal yang disebut kuno. Terkhusus untuk perkembangan teknologi, perkembangan ini sangat mempengaruhi berbagai bidang kehidupan kita di dunia hampir pada seluruh aspek kehidupan kita, baik itu dalam bidang sosial, budaya dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia pendidikan, kita sangat membutuhkan teknologi demi kemajuan pendidikan yang lebih baik daripada sebelumnya. Dengan masuknya teknologi dalam dunia pendidikan, lembaga atau instansi pendidikan

Sistem Numerasi

Untuk versi word lebih jelas :), klik di sini BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang             Konsep bilangan dan pengembangannya menjadi sistem angka muncul jauh sebelum adanya pencatatan sejarah, sehingga evolusi dari sistem itu hanyalah merupakan dugaan semata. Petunjuk mengenai awal manusia mengenal hitungan ditemukan oleh arkeolog Karl Absolom pada tahun 1930 dalam sebuah potongan tulang serigala yang diperkirakan berumur 30.000 tahun. Pada potongan tulang itu ditemukan goresan-goresan kecil yang tersusun dalam kelompok-kelompok yang terdiri atas lima, seperti lllll lllll lllll. Sehingga  tidak diragukan lagi bahwa orang-orang primitif sudah memiliki pengertian tentang bilangan dan mengerjakannya dengan metode ijir (tallies), menurut suatu cara korespondensi satu-satu. Ijir adalah sistem angka yang berlambangkan tongkat tegak.             Jadi dapat kita buktikan bahwa orang orang terdahulu telah mengenal tulisan namun mereka tikak menggunakanangka untuk menghitung

Makalah Kurikulum 1994

untuk versi word klik di sini BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Kurikulum adalah suatu hal yang esensial dalam suatu penyelenggaraan pendidikan. Secara sederhana, kurikulum dapat dimengerti sebagai suatu kumpulan atau daftar pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik komplit dengan cara pemberian nilai pencapaian belajar di kurun waktu tertentu. Kurikulum harus mampu mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang berbeda secara individual, baik ditinjau dari segi waktu maupun kemampuan belajar. Oleh karena itu, merumuskan suatu kurikulum sudah barang tentu bukan perkara gampang. Banyak faktor yang menentukan dalam proses lahirnya sebuah kurikulum. Dalam merancang kurikulum biasanya dibentuk suatu tim kerja khusus yang dapat berupa lembaga resmi, misalnya seperti Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Kurikulum sampai saat ini sebagai satu-satunya lembaga resmi bermandat menelurkan kurikulum bagi sekolah penyelenggara pendidikan nasional Indonesia. T