Untuk versi word, klik di sini
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan
lahirnya kekuasan yang berpola Dinasti atau kerajaan. Pola kepemimpinan
sebelumnya (khalifah Ali) yang masih menerapkan pola keteladanan Nabi Muhammad,
yaitu pemilihan khalifah dengan proses musyawarah akan terasa berbeda ketika
memasuki pola kepemimpinan dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya.
Bentuk pemerintahan dinasti atau kerajaan yang cenderung
bersifat kekuasaan foedal dan turun temurun, hanya untuk mempertahankan
kekuasaan, adanya unsur otoriter, kekuasaan mutlak, kekerasan, diplomasi yang
dibumbui dengan tipu daya, dan hilangnya keteladanan Nabi untuk musyawarah
dalam menentukan pemimpin merupakan gambaran umum tentang kekuasaan dinasti
sesudah khulafaur rasyidin. Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama
yang didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini
dilakukannya dengan cara menolak pembai’atan terhadap khalifah Ali bin Abi
Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali
dengan strategi politik yang sangat menguntungkan baginya.[1]
Jatuhnya Ali dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan
pihak khawarij (kelompok yang membangkan dari Ali) membunuh khalifah Ali,
meskipun kemudian tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa
dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun
hanya bertahan sampai beberapa bulan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan
kepemimpinan kepada Muawiyah, namun dengan perjanjian bahwa pemmilihan kepemimpinan
sesudahnya adalah diserahkan kepada umat Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada
tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan am jama’ah karena perjanjian ini
mempersatukan ummat Islam menjadi satu kepemimpinan, namun secara tidak
langsung mengubah pola pemerintahan menjadi kerajaan.
Meskipun begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru
dalam kemajuan peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan
sumbangan-sumbangannya dalam perluasan wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan
dan lain sebagainya.
B.
Rumusan Masalah
Ada pun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana latar belakang munculnya keinginan dalam pembangunan
peradaban dinasti Umayyah?
2. Bagaimana peradaban dalam gerakan intelektual, bahasa, dan
sastra?
3.
Apa penerapan system
pemerintahan dalam segala aspek (militer, peradilan, dan ekonomi) ?
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBANGUNAN
PERADABAN DAN INTELEKTUAL PADA MASA
UMAYYAH
DI
TIMUR
A.
Latar Belakang Munculnya Keinginan Dalam Pembangunan
Peradaban Pada Dinasti Umayyah
Hampir
semua sejarahwan membagi Dinasti Umayyah menjadi dua, yaitu pertama, Dinasti
Umayyah yang dirintis dan didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan yang berpusat
di Damaskus. Fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah system pemerintahan dari system
khalifah pada system mamlakat (kerajaan atau monarki) dan kedua Dinasti Umayyah
di Andalusia yang pada awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah dibawah
pimpinan seorang gubernur pada zaman Walid Ibn Abd Al-Malik, kemudian diubah
menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Abbas setelah berhasil
menaklukkan Dinasti Umayyah di Damaskus.
Perintis
Dinasti Umayyah ditaklukan oleh Muawiyah dengan cara menolak membai’at Ali,
berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali yang secara
politik sangat menguntungkan Muawiyah.
Keberuntungan
Muawiyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh Khalifah Ali
r.a. jabatan khalifah Ali r.a. wafat, dipegang oleh putranya Hasan Ibn Ali
selama beberapa bulan. Akan tetapi, karena tidak didukung oleh pasukan yang
kuat, sedangkan pihak Muawiyah semakin kuat akhirnya Muawiyah melakukan
perjanjian dengan Hasan Ibn Ali. Isi perjanjian itu adalah bahwa pergantian pemimpin
akan diserahkan kepada umat islam setelah masa Muawiyah berakhir. Perjanjian
itu dibuat pada tahun 661 M (41 H) dan tahun tersebut disebut am jama’ah karena
perjanjian ini mempersatukan umat islam kembali menjadi satu kepemimpinan
politik, yaitu Muawiyah dan Muawiyah mengubah system khalifah menjadi kerajaan.
Pada
masa itu, umat islam telah bersentuhan dengan peradaban Persia dan Bizantium.
Oleh karena itu, Muawiyah juga bermaksud meniru cara sukses kepemimpinan yng
ada di Persia dan Bizantium yaitu kerajaan. Akan tetapi, gelar pemimpin pusat
tidak disebut raja (malik). Muawiyah tetap menggunakan gelar khalifah dengan
makna konotatif yang diperbarui. Jika pada zaman khalifah empat, khalifah yang
dimaksudkan adalah khalifah Rasul SAW. (khalifat Al-Rasul ) adalah pemimpin
masyarakat, sedangkan pada zaman Bani Umayyah yang dimaksud dengan khalifah
adalah khalifah Allah (khalifah Allah) adalah pemimpin atau penguasa yang
diangkat oleh Allah. Langkah awal dalam rangka memperlancar pengangkatan Yazid
sebagai penggantinya adalah menjadi Yazid Ibn Muawiyah sebagai putra mahkota
(tahun 53 H).
Pemerintahan
Bani Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdi Manaf. Dia
adalah salah seorang tokoh penting ditengah Quraisy pada zaman Jahiliyah. Dia
dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan
kekuasaan dan kedudukan.
Setelah
islam datang, pertarungan menduduki kekuasaan ini menjelma menjadi sebuah
permusuhan yang transparan dan terbuka. Bani Umayyah melakukan perlawanan
terhadap Rasulullah dan dakwahnya, sedangkan Bani Hasyim mendukung Rasulullah
dan mengikutinya. Bani Umayyah tidak masuk islam kecuali tidak ada jalan lain
yang mengharuskan mereka masuk islam. Ini terjadi setelah penaklukan kota
Mekah.[1]
Muawiyah
bin Abu Sofiyan bin Harb bin Umayyah bin Abd asy-Syams bin Abd Manaf bin
Qushay. Nama panggilan nya Abu Abdur Rahman Al-Umawi. Dia dan ayahnya masuk
islam pada saat pembukaan kota Mekah, ikut dalam perang Hunain, termasuk
orang-orang mualaf yang ditarik hatinya untuk masuk islam, dan keislamannya
baik serta menjadi salah seorang penulis wahyu.[2]
Muawiyah
berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya dikarenakan kemenangan
diplomasi di Siffin dan terbunuhnya khalifah Ali. Pertama adalah berupa
dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan dari Bani Umayyah sendiri. Penduduk
Suriah yang lama diperintah oleh Muawiyah mempunyai pasukan yang kokoh,
terlatih dan disiplin di garis depan dalm peperangan melawan Romawi. Negeri
Suriah sendiri terkenal makmur dan menyimpan sumber alam yang berlimpah. Di
tambah lagi bumi Mesir yang berhasil dirampas, maka sumber-sumber kemakmuran
dan suplai bertambah bagi Muawiyah.
Kedua,
sebagai seorang administrator, Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para
pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Pembantu Muawiyah merupakan politikus
yang sangat mengagumkan di kalangan muslim arab. Akses mereka sangat kuat dalam
perpolitikan Muawiyah.
Ketiga,
Muawiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai
tingkat “hilm” sifat yang dimiliki oleh para pembesar Mekah zaman dahulu.
Seorang manusia hilm seperti Muawiyah dapat mengusai diri secara mutlak dan
mengambil keputusan-keputusan yang menentu.
Adapun
urutan khalifah Umayyah adalah sebagai berikut.
1. Muawiyah I bin Abi Sufyan 41-60H/661-679M
2. Yazid I bin Muawiyah 60-64H/679-683M
3. Muawiyah II bin Yazid 64H/683M
4. Marwan I bin Hakam 64-65H/683-684M
5. Abdul Malik bin Marwan 65-86H/684-705M
6. Al-Walid I bin Abdul Malik 86-96H/705-714M
7. Sulaiman bin Abdul Malik 96-99H/714-717M
8. Umar bin Abdul Aziz 99-101H/717-719M
9. Yazid II bin Abdul Malik 101-105H/719-723M
10. Hisyam bin Abdul Malik 105-125H/723-742M
11. Al-Walid II bin Yazid II 125-126H/742-743M
12. Yazid bin Walid bin Malik 126H/743M
13. Ibrahim bin Al-walid II 126-127H/743-744M
14. Marwan II bin Muhammad 127-132H/744-750M[3]
Para
sejarahwan umumnya sependapat bahwa khalifah terbesar dari daulah Bani Umayyah
ialah Muawiyah, Abdul Malik, dan Umar bin Abdul Aziz.
Muawiyah
bin Abi Sufyan adalah bapak pendiri Dinasti Umayyah. Dia adalah tokoh pembangun
yang besar. Namanya disejajarkan dalam deretan khulafaurasyidin. Bahkan
kesalahannya yang menghianati prinsip pemilihan kepala Negara oleh rakyat,
dapat dilupakan orang karena jasa-jasa dan kebijaksanaan politiknya yang
mengagumkan. Muawiyah mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan bin Ali bin Abi
Thalib berdamai dengannya pada tahun 40 H. Muawiyah menerima kekhalifahan di Kufah dengan
syarat-syarat yang diajukan oleh Hasan, yakni
a. Agar Muawiyah tiada menaruh dendam
terhadap seorang pun penduduk Irak
b. Menjamin keamanan dan memaafkan
kesalahan-kesalahan mereka
c. Agar pajak tanah negri Ahwaz
diperuntukan kepadanya dan diberikan tiap tahun
d. Agar Muawiyah membayar kepada
saudaranya, Husein 2 juta dirham
e. Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah
lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdis Syams.
B.
Perkembangan Peradaban Dalam Gerakan Intelektual,
Bahasa dan Sastra
1. Dalam Gerakan Intelektual
Menurut Jurji Zaidan beberapa
kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai
berikut.
a. Pengembangan Bahasa Arab
Para penguasa Dinasti Umayyahtelah
menjadi Islam sebagai daulah, kemudian dikuatkannya dan di kembangankanlah
bahasa Arab dalam wilayah kerajaan Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan
menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha Negara dan
pemerintahan sehingga pembukuan dan surat-menyurat harus menggunakan bahasa
arab yang sebelumnya menggunakan bahasa romawi atau bahasa Persia di daerah
bekas jajahan mereka dan di Persia sendiri.
b. Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Dinasti umayyah juga mendirikan
sebuah kota kecil sebagai pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pusat
kegiatan ilmu dan kebudayaan itu dinamakan Marbad, kota satelit dari Damaskus.
Di kota Marbad inilah berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, penyair dan
cendikiawan lainnya, sehingga kota ini diberi gelar ukadz-nya islam.
c. Ilmu Qiraat
Ilmu qariaat adalah ilmu seni baca
Al-qur’an. Ilmu qiraat merupakan ilmu syariat tertua yang telah dibina sejak
zaman khulafaur rasyidin. Kemudian mas adinasti umayyah dikembang luaskan
sehingga menjadi cabang ilmu syariat yang sangat penting. Pada masa ini lahir
para ahli qiraat ternama seperti Abdullah bin Qusair dan AShim bin Abi Nujud.
d. Ilmu Tafsir
Untuk memehami Al-qur’an sebagai
kitab suci diperlukan interprestasi pemahaman komprehensif. Minat untuk
menafsirkan Alquran dikalakangan umat islam bertambah. Pada masa perintisan
ilmu tafsir ulam yang membukukan ilmu tafsir yaitu Mujahi.
e. Ilmu Hadis
Ketika kaum muslimin telah berusaha
memahami Alquran ternyata ada satu hal yang juga sangat mereka butuhkan yaitu
ucapan-ucapan nabi yang disebut hadis. Oleh karena itu, timbullah usaha untuk
mengumpulkan hadis menyelidiki asal-usulnya sehingga akhirnya menjadi satu ilmu
yang berdiri sendiri yang dinamakan ilmu hadis. Diantara para ahli hadis yang
termansyur pada dinasti umayyah adalah Al-Auzai Abdurahman bin Amru, Hasan
Bahri, Ibnu Abu Malikah.
f. Ilmu Fiqh
Setelah islam menjadi daulah maka
para pengusa sangat membutuhkan adanya peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman
dalam menyelesaikan berbagai masalah. Mereka kembali kepada Alquran dan hadis
dan mengeluarkan syariat
Dari kedua
sumber tersebut untuk mengatur pemerintahan dan memimpin rakyat. alquran adalah
dasar fiqh islam dan pada zaman ini ilmu fiqh telah menjadi satu cabang ilmu
syariat yang berdiri sendiri. Dianatra ahli fiqh yang terkenal adalah Sa’ud bin
Musib, Urwah, Qasim Ubaidillah dan Kharijah.
g. Ilmu Nahwu
Pada masa dinasti umayyah karena
wilayah nya berkembang secara luas khususnya diwilayah luar arab maka ilmu
nahwu sangat diperlukan. Hal tersebut
disebabkan pula bertambahnya orang-orang Ajam (non-arab) yang masuk
islam sehingga keberadaan bahasa arab sangat dibutuhkan.maka dibukukanlah ilmu
nahwu dan dikembangkan.
h. Ilmu Jughrafi dan Tarikh
Jughrafi dan tarikh pada masa dinasti umayyah telah berkembang menjadi ilmu
tersendiri. Demikian pula ilmu tarikh (ilmu sejarah), baik sejarah umum maupun
sejarah islam pada khususnya. Adanya pengembangan dakwah islam kedaerah-daerah
baru yang luas dan jauh menimbulkan gaurah untuk mengarang ilmu jughrafi (ilmu
bumi dan geografi) demikian pula ilmu tarikh.
i.
Usaha
Penerjemahan
Untuk kepentingan pembinaan dakwah islamiyah,
pada mas adinasti umayyah dimulai pula penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan
dari bahasa-bahasa lain kedalam bahasa
arab. Dengan demikian jelaslah bahwa gerakan penejemahan telah dimulai pada
zaman ini hanya baru berkembang pesat pada zaman dinasti abbasiyah. [4]
j.
Kertas,
Kompas dan mesin
Pada tahun 650 M bermula percobaan
pertama di Samarkand dan Bukhara bagi pembikinan kertas dengan menggunakan
ampas sutra. Pada tahun 705 M seorang tokoh bernama Jusuf Amron di kota Mekah
melukukan pembikinan kertas dengan menggunakan kapas bagi mengganti ampas
sutra. Semenjak itu dikenal sejenis kertas yang disebut “damask-paper” oleh
karena pembikinan kertas itu lebih berkembang pesat di ibukota Damaskus.
Kompas bagi keperluan pelayaran
merupakan alat penting yang diwariskan daulat umayyah kepada umat manusia
sampai kini. Perkembangan pelayaran dari teluk parsi dan teluk aden mengharungi
lautan Hindia arah ketimur itu bagi mengangkut rempah-rempah yang amat
dibutuhkan dunia dingin itu mau tak mau telah mendorong pelaut arab dan pelaut
parsi itu menciptakan sutu alat yang amat penting itu yaitu kompas.
Mesin telah di temukan lebih dahulu
di Tiongkok akan tetapi penggunaanya terbatas bagi keperluan upacara-upacara
keagamaan dan keramaian, yaitu mercon. Tetapi sewaktu mesin itu diimport oleh
daulat umayyah melalui jalan sutera yang terkenal itu sifat nya berubah menjadi
peralatan militer.[5]
2. Bahasa
Bani
Umayah selalu berusaha untuk meningkatkan derajat bangsa Arab sebagai bangsa
penguasa di antara bangsa lain yang dikuasai. Kefanatikan itu terlihat
dari dijadikannya bahasa Arab menjadi bahasa resmi Negara pada masa khalifah
Abd al-Malik ibn Marwan. Sehingga semua peritah dan peraturan secara resmi
memakai bahasa Arab. Akibatnya bahasa Arab dipelajari orang, sehingga muncul
ilmu qowaid, nahwu, sharaf dan ilmu lain yang mempelajari bahasa
Arab. Pada masa dinasti Umayyah ini, Abu Aswad ad-Duali (w. 681 M)
menyusun gramatika Arab dengan member titik pada huruf-huruf hijaiyah yang
semula tidak bertitik. Usaha ini mempunyai arti yang besar dalam pengembangan
dan perluasan bahasa Arab, serta mempermudah orang untuk membaca, mempelajari,
memahaminya dan menjaga barisan yang menentukan gerak kata dan bunyi suara
serta ayuna iramanya hingga dapat diketahui maknanya.
3. Dalam
Gerakan Sastra
Daulah
umayyah masih dekat sekali masnya dengan kebiasaan-kebiasaan tradisional di
Arabia, seperti dipertandingkan setiap tahunnya di dalam keramaian tahunan
Al-Ukkadz maka perkembangan yang lebih pesat dan menonjol ialah didalm bidang
seni sajak hinggan muncul penyair-penyair Arab terbesar masa itu, yang himpunan
sajak satu persatunya masih dikagumi sampai kini baik oleh pihak barat sendiri.
Ghayyat
Taglibi AL-AKHTAL ( 640-710 ),seorang penyair arab nasrani yang senantiasa
beroleh tempat kehormatan pada balai penghadapan khalif-khalif Umyyah. Kumpulan
sajaknya dihimpun oleh Abu-Said Al-Sakkari dan
Muhammad ibn Abbas Al-Yazidi.
JURAIR
(653-733) beroleh gelaran Abu Hazrat lahir pada waha Yamamah, beroleh tempat
kehormatan pada balai penghadapan khalif-khalif umayyah. Kumpulan sajaknya
dihimpun oleh Abu Jaffar Muhammad ibn Hubaib. Dicetak buat pertama kalinya di
Kairo dalam tahun 1935.
AL-FARADZAK
(641-732), seorang penyair istana lahir di Basrah dan nama lengkapnya Hammam
ibn Ghalib ibn Shasa Al-darimi Al-Tamimi. Kumpulan sajaknya dihimpun oleh Abu Jaffar Muhammad ibn Hubaib al-Nahwi
Al-Bashri.[6]
C.
Penerapan-Penerapan Sistem Pemerintahan Dalam Segala
Aspek (Militer, Peradilan, Ekonomi) dalam Menunjang Terjadinya Peradaban
1. Aspek Militer
Menurut
prof. Ahmad Syalabi penaklukan di militer dizaman umayyah mencakup tiga fron
penting, yaitu
Petama,
front melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasran utama pengepungan ke
ibu kota Konstantinopel dan penyerangan ke pulau-pulau Laut Tengah.
Kedua,
front afrika Utara. Selain menunudukan daerah hitam Afrika pasukan muslim juga
menyebrangi Selat Gibraltar lalu masuk ke Spanyol.
Ketiga,
front timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehinggan operasi dijalur ini
dibagi menjadi dua arah. Yang satu menuju arah ke daerah-daerah seberang sungai
Jihun sedangkan yang lainnya kearah selatan menyusuri Sind, wilayah India
bagian barat.
Ekspansi
ke timur yang telah dirintis olehMuawiyah lalu disempurnakan oleh khalifah
Abdul Malik. Di bawah komando Gubernur Irak, Hajaj binYusuf tentara kaum
muslimin menyebrangi sungai Ammu Darya dan menundukan Balkh, Bukhara,
Khawarizm, dan Samarkand.
2. Aspek Peradilan
Pada
masa pemerintahan khulafaur- rasyidin (632-661) dengan ibukota di Madinah
Al-Munawwarah itu pimpinan pemerintahan pusat Cuma terdiri atas khalif
didampingi seorang pejabat yang dipanggil Al-katib bermakna sekretaris .
disamping khalif itu ada majlis penasihat terdiri atas sahabat-sahabat Nabi
Muhammad yang di panggilkan dengan Al-Habi.
tetapi
pada masa daulat umayyah yakni cuma lebih kurang 100 tahun sepeninggal Nabi
Muhammad wilayah kekuasaan islam sudah msncapi perwatasan Tiongkok di sebelah
timur dan pesisir Atlantik pada belahan barat termasuk wilayah Spanyol beserta
Perancis selatan.
Mau
tak mau berlangsung perkembangan tata pemerintahan sesuai dengan perkembangan
urusan kenegaraan yang bertambah lama bertambah kompleks.
Di
samping majlis penasihat yang mendampingi khalif maka berlaku pembagian tugas
pemerintahan sebagai berikut.
a. Katib Al-rasail, yakni sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan pembesar
setempat.
b. Katib Al-Kharaj, yakni sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran Negara.
c. Katib Al-Jundi, yakni sekretaris yang bertugas
menyelenggarakan hal-hal yang bersangkutan dengan ketentaraan.
d. Katib Al-Syurthah, yakni sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan umum (kepolisian).
e. Katib Al-Qudha, yakni sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim
setempat.
3. Aspek Ekonomi
Sejumlah
uang emas dan perak pernah dicetak sebelumnya pada masa ’Abd al-Malik, tapi
cetakan itu hanyalah tiruan dari mata uang Bizantium dan Persia. Selanjutnya
pada tahun 695-M, ’Abd al-Malik mencetak dinar emas dan dirham perak yang murni
hasil karya orang Arab. Wakilnya di Irak, al-Hajjaj, mencetak uang perak di
Kufah pada tahun berikutnya. Sumber uang masuk pada zaman Daulah Bani Umayyah sebagiannya
diambil dari Dharaib yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh
warga negara. Di samping itu, bagi daerah-daerah yang baru ditaklukkan,
terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan pajak istimewa.
Namun,
pada masa Umar bin Abdul Aziz, pajak untuk non muslim dikurangi, sedangkan jizyah bagi
muslim dihentikan. Kebijakan ini mendorong non muslim memeluk agama Islam.
Adapun
pengeluaran pemerintah dari uang masuk tersebut adalah sebagai berikut:
a. Gaji
pegawai, tentara dan biaya tata usaha Negara
b. Pembangunan
pertanian termasuk irigasi dan penggalian terusa.
c. Ongkos
bagi terpidana dan tawanan perang[7]
Silsilah
Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Umayyah
pendiri Bani Umayyah |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||||
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn
‘Abdi Manaf, Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan
khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan
mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali
terbunuh dan Hasan ibn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan
kekuasaanya pada Muawiyah setelah melakukan perundingan dan perjanjian.
Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan
tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah) tahun 41 H (661 M).
Sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah diadopsi dari kerangka
pemerintahan Persia dan Bizantium, dimana ia menghapus sistem tradisional yang
cenderung pada kesukuan. Pemilihan khalifah dilakukan dengan sistem turun
temurun atau kerajaan, hal ini dimulai oleh Umayyah ketika menunjuk anaknya
Yazid untuk meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 679 M.
Pada masa kekuasannya yang hampir satu abad, dinasti ini
mencapai banyak kemajuan. Dintaranya adalah: kekuasaan territorial yang
mencapai wilayah Afrika Utara, India, dan benua Eropa, pemisahan kekuasaan,
pembagian wilayah kedalam 10 provinsi, kemajuan bidang administrasi
pemerintahan dengan pembentukan dewan-dewan, organisasi keuangan dan percetakan
uang, kemajuan militer yang terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut,
organisasi kehakiman, bidang sosial dan budaya, bidang seni dan sastra, bidang
seni rupa, bidang arsitektur, dan dalam bidang pendidikan.
Kemunduran dan kehancuran Dinasti Bani Umayyah disebabkan oleh
banyak faktor, dinataranya adalah: perebutan kekuasaan antara keluarga
kerajaan, konflik berkepanjagan dengan golongan oposisi Syi’ah dan Khawarij,
pertentangan etnis suku Arab Utara dan suku Arab Selatan, ketidak cakapan para
khalifah dalam memimpin pemerintahan dan kecenderungan mereka yang hidup mewah,
penggulingan oleh Bani Abbas yang didukung penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi’ah,
dan golongan Mawali.
B. SARAN
Demikianlah isi dari makalah kami, yang menurut
kami telah kami susun secara sistematis agar pembaca mudah untuk memahaminya.
Berbicara mengenai sejarah, maka sejarah merupakan ilmu yang tidak akan pernah
ada habisnya. Ingatlah, orang yang cerdas adalah orang yang belajar dari
sejarah.
Sering kali kita lupa bahwa “meskipun” berkisah mengenai masa
lampau, tapi sejarah begitu penting bagi perjalanan suatu bangsa. Melalui
sejarah, kita belajar untuk menghargai perjuangan para pendahulu kita, belajar
menghargai tetes darah dan keringat mereka untuk apa yang kita nikmati saat
ini. Lewat sejarah kita juga belajar dari pengalaman masa lalu, dan
menjadikannya sebagai modal berharga untuk melangkah di masa depan
Islam merupakan agama yang besar dengan perjalanan sejarah yang
panjang. maka dari itu, marilah kita menggali lebih jauh lagi ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan sejarah Islamiah. Demi menguatkan keteguhan dan rasa
kebanggaan hati kita terhadap agama Islam yang kita peluk ini.
DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi,
Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung
: CV Pustaka Setia, 2008
As-Sayuthi,
Imam. Tarikh Khulafa. Jakarta Timur :
Pustaka Alkautsar, 2010
Munir,
Samsul. Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umayyah. Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2010
Souyb, Joesoef. Sejarah
Daulah Umayyah I di Damaskus. Jakarta : Bulan Bintang Keramat Kwitang 1/8,
1977
[1] Dedi Supriyadi, sejarah
Peradaban Islam. (Bandung : CV Pustaka Setia, 2008), h.103-104.
[2] Imam As-Sayuthi, Tarikh
Khulafa. (Jakarta Timur : Pustaka Alkautsar, 2010), h. 229.
[3] Samsul Munir, Peradaban Islam
Pada Masa Dinasti Umayyah. (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2010),
h.119-123.
[4] Samsul Munir, Peradaban Islam
Pada Masa Dinasti Umayyah. (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2010),
h.133-135
[5] Joesoef Souyb, Sejarah Daulah
Umayyah I di Damaskus, (Jakarta : Bulan Bintang Keramat Kwitang 1/8, 1977),
h. 239-241.
[6] Joesoef Souyb, Sejarah Daulah
Umayyah I di Damaskus, (Jakarta : Bulan Bintang Keramat Kwitang 1/8, 1977),
h. 238.
[7] Samsul Munir, Peradaban Islam
Pada Masa Dinasti Umayyah. (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2010), h.128
Comments
Post a Comment