Skip to main content

Hakikat Pembelajaran dan Evaluasi Pembelajaran dalam Perspektif Kurikulum 2013

untuk versi word, klik di sini
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan saat ini, kita bisa merasakan adanya perubahan demi perubahan kurikulum, perubahan karakter anak, dan masih banyak perubahan yang lainnya yang menuntut kita untuk selalu mengikuti arus perubahan tersebut. Dalam hai mengikuti perubahan, kita harus mampu terlibat di dalamnya agar kita bisa mengubah ke arah yang lebih baik. Jika tidak dikhawatirkan dunia pendidikan akan ketinggalan atau bahkan gagal.
Dalam dunia pendidikan misalnya, terjadi perubahan kurikulum yang secara dinamis dan tetap berpindah dari waktu ke waktu. Hal ini tentu dalam proses evaluasi juga berbeda pelaksanaannya. Kita harus mampu mendapatkan evaluasi mana yang paling efektif dan efisien serta yang paling ampuh dalam menangani kevalidan evaluasi.
Dalam mengubah dan menjalankan semua di atas tidak semudah membalikkan telapak tangan, melainkan harus adanya upaya yang serius dari kalangan pendidikan. Harus adanya tujuan yang jelas tentang apa yang ingin dicapai dan adanya konsep yang memang bisa kita pegang untuk mendapatkan arah yang lebih baik.
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan evaluasi?
b.      Bagaimana prosedur menjalankan evaluasi?
c.       Teori yang bagai mana di pakai dalam perspektif 2013?
d.      Apa maksud dari penilaian otentik?
C.    Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah, agar pembaca dapat memahami evaluasi yang sesungguhnya dan memahami bagian-bagian dari evaluasi.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Evaluasi
Istilah evaluasi pembelajaran sering kali adanya kekeliruan, karena kebanyakan  ada yang beranggapan bahwa evaluasi adalah ujian. Tidak bisa disalahkan sebenarnya namun itu merupakan makna yang sempit. Evaluasi dipersempit pemahamannya dengan kata ujian. Padahal ujian hanya bagian kecil dari sebuah evaluasi dan evaluasi merupakan induk dari ujian atau dengan kata lain evaluasi belum tentu ujian, namun ujian sudah pasti evaluasi.
Jika ujian, ulangan dan tugas merupakan salah satu evaluasi namun itu hanyalah bagian kecil dari evaluasi dan merupakan hanya dilakukan dalam ruang lingkup yang lebih kecil, sedangkan evaluasi merupakan hal yang lebih luas lagi penjabarannya.
Banyak orang mencampuradukkan pengertian antara evaluasi, pengukuran (measurement), tes, dan penilaian (assessment), padahal keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan dengan keputusan nilai (value judgement). Stufflebeam (Abin Syamsuddin Makmun, 1996) memengemukakan bahwa : educational evaluation is the process of delineating, obtaining,and providing useful, information for judging decision alternatif . Dari pandangan Stufflebeam, kita dapat melihat bahwa esensi dari evaluasi yakni memberikan informasi bagi kepentingan pengambilan keputusan. Di bidang pendidikan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja guru.
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu.
Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Tes adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas.
Secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar, dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik, guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu sendiri.

B.     Proses Evaluasi dalam Pendidikan
Apabila sekolah diumpamakan sebagai tempat untuk proses produksi, dan calon peserta didik diumpamakan sebagai bahan mentah, maka lulusan dari sekolah itu hampir sama dengan produk hasil olahan yang sudah siap digunakan disebut juga dengan ungkapan transformasi.
-          Input : adalah bahan mentah yang dimasukkan ke dalam transformasi. Dalam dunia sekolah maka yang dimaksud dengan bahan mentah adalah calon peserta didik yang baru akan memasuki sekolah. Sebelum memasuki sesuatu tingkat sekolah (institusi) calon peserta didik itu dinilai dahulu kemampuannya.
Dengan penelitian inii diketahui apakah kelak akan mampu mengikuti pelajaran dan melaksanakan tugas-tugas yang akan diberikan kepadanya.
-          Output: adalah bahan jadi yang dihasilkan oleh transformasi. Yang dimaksud dalam pembicaraan ini adalah peserta didik lulusan sekolah yang bersangkutan untuk dapat menentukan apakah peserta didik berhak lulus atau tidak, perlu diadakan kegiatan penilaian.
-          Transformasi: adalah mesin yang bertugas mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi. Dalam dunia sekolah, sekolah itulah yang dimaksud dengan transformasi. Sekolah itu sendiri terdiri dari beberapa mesin yang menyebabkan berhasil atau gagalnya sebagai transformasi.
Unsure-unsur transformasi sekolah tersebut antara lain:
a.       Guru dan personal lainnya.
b.      Metode mengajar dan system evaluasi.
c.       Sarana penunjang.
d.      System administrasi.
-          Umpan balik (feedback): adalah segala informasi baik yang menyangkut output maupun transformasi.
Umpan balikk ini diperlukan sekali untuk memperbaiki input maupun transformasi. Lulusan yang kurang bermutu atau yang tidak siap pakai yang belum memenuhi harapan, akan mengunggah semua pihak untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan penyebab kurang bermutunya lulusan.
Penyebab-penyebab tersebut antara lain:
a.       Input yang kurang baik kualitasnya.
b.      Guru dan personal yang kurang tepat (kualitas).
c.       Materi yang tidak atau kurang cocok.
d.      Metode mengajar dan system evaluasi kurang memadai standarnya.
e.       Kurang sarana penunjang.
f.       System administrasi yang kurang tepat.

C.    Ciri-ciri Evaluasi dalam Pendidikan
Ciri-ciri evaluasi pembelajaran antara lain :
1. Penilaian dilakukan secara tidak langsung
Maksudnya, jika seorang guru ingin mengetahui mana dari siswanya yang cerdas atau kurang cerdas maka dalam evaluasi yang diukur bukanlah kecerdasan atau kekurangan peserta didik, tetapi indikator atau hal-hal yang menandai bahwa seseorang itu bisa disebut pandai dan kurang pandai.
2. Bersifat relatif
Salah satu cirri evaluasi adalah bersifat relative karena nilai seorang siswa tidak selalu konstan dari waktu ke waktu, tetapi bisa saja berubah-ubah.
3. Bersifat kuantitatif
Dalam evaluasi pembelajaran biasanya dilakukan pengukuran dengan menggunakan simbol bilangan (angka) sebagai hasil untuk pengukurannya. Hasil pengukuran berupa angka-angka ini kemudian dianalisis dan diinterpretasikan kedalam kata-kata (kualitatif).
4. Sering terjadi kesalahan dimana sumber-sumber kesalahan biasanya terletak pada: Alat ukur (soal tes), Pengukur/guru, Yang dinilai (Peserta didik), dan Situasi dimana penilaian berlangsung.
5. Menggunakan satuan unit-unit atau satuan-satuan yang tepat, seperti sangat memuaskan, memuaskan, cukup memuaskan, kurang memusakan, dan tidak memuaskan.
D.    Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajran
a.       Fungsi
Fungsi evaluasi di dalam pendidikan tidak dapat dilepaskan dan tujuan evaluasi itu sendiri. Di dalam batasan tentang evaluasi pendidikan yang telah dikemukakan di muka tersirat bahwa tujuan evaluasi pendidikan ialah untuk mendapat data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan-tujuan kurikuler.
Fungsi penilaian ada beberapa hal :
1.      Selektif
Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai berbagai tujuan antara lain :
a.       Untuk memilih siswa yang dapat diterima disekolah tertentu
b.      Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
c.       Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa
d.      Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah, dsb.
2.      Diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam penelitian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Disamping itu, diketahui pula sebab musabab kelemahan itu. Dengan mengadakan penilaian, guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya, sehingga akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasinya.
3.      Penempatan
Untuk menentukan dengan pasti seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai niali yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.
4.      Pengukur Keberhasilan
Dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan, keberhasilan program ditentukan oleh beberapa factor yaitu factor guru, metode mengajar, sarana dan system administrasi.

b.      Tujuan
Tujuan evaluasi berbeda – beda tergantung dari konsep atau pengertian seseorang tentang evaluasi. Menurut Arikunto, ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen. Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program-program yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak akan didukung oleh data. Karenanya, evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program.
Menurut Chittenden, evaluasi mempunyai tujuan :
·         Keeping Track, yaitu menelusuri dan melacak proses belajar mengajar peserta didik sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang ditetapkan
·         Checking-up, yaitu untuk mengecek ketercapaian kemampuan peserta didik dalam proses pembelajaran dan kekurangan – kekurangan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran.
·         Finding-out, yaitu mencari, menemukan dan mendeteksi kekurangan, kesalahan, atau kelemahan peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga guru dapat dengan cepat mencari alternatif solusinya.
·         Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan. Hasil penyimpulan ini dapat digunakan guru untuk menyusun laporan kemajuan belajar ke berbagai pihak yang berkepentingan.

E.     Objek Evaluasi dalam Pendidikan
Obyek evaluasi pendidikan dilihat dari aspek inputnya, maka objek dari evaluasi pendidikan itu sendiri meliputi tiga aspek, yaitu:
a. Aspek Kognitif (Kemampuan)
Kemampuan calon peserta didik yang akan mengikuti program pendidikan sebagai taruna Akademi Angkatan Laut tentu harus dibedakan dengan kemampuan calon peserta didik yang akan mengikuti program pendidikan pada sebuah perguruan tinggi agama islam. Adapun alat yang biasa digunakan dalam rangka mengevaluasi kemampuan peserta didik itu adalah tes kemampuan (aptitude tes)
b. Aspek Psikomotor (Kpribadian)
Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri seseorang, yang menampakkan bentuknya dari tingkah lakunya. Sebalum mengikuti program pendidikan tertentu, para calon peserta didik perlu terlebih dahulu dievaluasi kepribadiannya masing-masing, sebab baik burukya kepribadian mereka secara psikologis akan dapat mempengaruhi keberhasilan mereka dalam mengikuti program tertentu. Evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui atau mengungkap kepribadian seseoarng adalah dengan jalan menggunakan tes kepribadian (personality test)
c. Aspek Afektif (Sikap)
Sikap, pada dasarnya adalah merupakan bagian dari tingkah laku manusia, sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memencar keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu yang paling menonjol dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan, maka diperoleh informasi mengenai sikap seseorang adalah penting sekali. Karena itu maka aspek sikap tersebut perlu dinilai atau dievaluasi terlebih dahulu bagi para calon peserta didik sebelum mengikuti program pendidikan tertentu.
Subjek dari evaluasi pendidikan adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi dalam bidang pendidikan. Berbicara tentang subjek evaluasi pendidikan disekolah, kiranya perlu dikemukakan disini, bahwa mengenai siap yang disebut sebagai subjek evaluasi pendidikan itu akan sangat bergantung pada , atau ditentukan oleh suatu atuaran yang menetapkan pembegian tugas untuk melakukan evaluasi tersebut. Jadi subjek evaluasi pendidikan itu dapat berbeda-beda orangnya.




BAB III
Evaluasi Pembelajaran dalam Perspektif Kurikulum 2013
A.    Teori Pendekatan Saintifik
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
            Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.
            Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatau penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik.
            Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi.
            Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. (Nur dan Wikandari, 2000:4).
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.              berpusat pada siswa.
2.              melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip.
3.              melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
4.              dapat mengembangkan karakter siswa.

B.     Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran
a.        Mengamati (observasi)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan  mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81A/2013, hendaklah  guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

b.        Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, adalah  mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

c.         Mengumpulkan Informasi
Kegiatan “mengumpulkan informasi”  merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan  dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan  melalui eksperimen,  membaca sumber lain selain buku teks,  mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah  mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

d.        Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, adalah memproses  informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan  informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah  mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.  Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.

e.         Menarik kesimpulan
Kegiatan menyimpulkan  dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan  mengolah data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau  secara individual membuat kesimpulan.

f.         Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui  menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
C.    Mengenal Penilaian Otentik
1.      Pengertian
Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
Hakikat penilaian pendidikan menurut konsep authentic assesment  ini adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, guru segara bisa mengambil tindakan yang tepat. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, asesmen tidak hanya dilakukan di akhir periode (semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti EBTA/Ebtanas/UAN), tetapi dilakukan bersama dan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.
2.      Karakteristik
Karakteristik penilaian otentik menurut Santoso adalah sebagai berikut:
·         Penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran.
·         Penilaian mencerminkan hasil proses belajar pada kehidupan nyata.
·         Menggunakan bermacam-macam instrumen, pengukuran, dan metode yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
·         Penilaian harus bersifat komprehensif dan holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran.
Sedangkan Nurhadi mengemukakan bahwa karakteristik authentic assesment adalah sebagai berikut:
·         Melibatkan pengalaman nyata (involves real-world experience)
·         Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
·         Mencakup penilaian pribadi (self assesment) dan refleksi yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta
·         Berkesinambungan
·         Terintegrasi
·         Dapat digunakan sebagai umpan balik
·         Kriteria keberhasilan dan kegagalan diketahui siswa dengan jelas
Jadi, penilaian autentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna, yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan. Penilaian autentik menekankan kemampuan pembelajar untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna. Kegiatan penilaian tidak sekedar menanyakan atau menyadap pengetahuan yang telah diketahui pembelajar, melainkan kinerja secara nyata dari pengetahuan yang telah dikuasai.

Tujuan penilaian itu adalah untuk mengukur berbagai keterampilan dalam berbagai konteks yang mencerminkan situasi di dunia nyata di mana keterampilan-keterampilan tersebut digunakan. Misalnya, penugasan kepada pembelajar untuk membaca berbagai teks aktual-realistik, menulis topik-topik tertentu sebagaimana halnya di kehidupan nyata, dan berpartisipasi konkret dalam diskusi atau bedah buku, menulis untuk jurnal, surat, atau mengedit tulisan sampai siap cetak. Dalam kegiatan itu, baik materi pembelajaran maupun penilaiannya terlihat atau bahkan memang alamiah. Jadi, penilaian model ini menekankan pada pengukuran kinerja, doing something, melakukan sesuatu yang merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan yang telah dikuasai secara teoretis.
Penilaian autentik lebih menuntut pembelajar mendemonstrasikan pengetahuan, keterampilan, dan strategi dengan mengkreasikan jawaban atau produk. Siswa tidak sekedar diminta merespon jawaban seperti dalam tes tradisional, melainkan dituntut untuk mampu mengkreasikan dan menghasilkan jawaban yang dilatarbelakangi oleh pengetahuan teoretis.

D.    Perbandingan Penilaian Otentik dengan Penilaian Konvensional
Assesmen tradisional (AT) ini mengacu pada forced-choice ukuran tes pilihan ganda, fill-in-the-blank, true-false, menjodohkan dan semacamnya yang telah digunakan dalam pendidikan umumnya. Tes ini memungkinkan distandarisasi atau dikreasi oleh guru. Mereka dapat mengatur setingkat lokal, nasional atau secara internasional. Latar belakang asessmen autentik  dan tradisional adalah suatu kepercayaan bahwa misi utama sekolah adalah untuk membantu mengembangkan warga negara yang produktif. Itu adalah intisari dari misi yang sering kali kita baca. Dari permulaan umum ini, muncul dua perspektif pada penilaian yang berbeda/menyimpang.
Esensi assesmen tradisional didasarkan pada filosofi bidang pendidikan yang mengadopsi pemikiran yang berikut:( 1). Suatu misi sekolah adalah untuk mengembangkan warga negara produktif,  (2) Untuk menjadi warga negara produktif setiap orang harus memiliki suatu kompetensi tertentu dari pengetahuan dan keterampilan (3) Oleh karena itu sekolah harus mengajarkan kompetensi keterampilan dan pengetahuan ini: (4) Untuk menentukan kompetensi itu sukses, kemudian sekolah menguji para siswa, untuk melihat apakah mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Di dalam assesmen tradisional, kurikulum memandu penilaian. Kompetensi pengetahuan ditentukan lebih dulu. Pengetahuan itu menjadi kurikulum yang ditransferkan. Sesudah itu  penilaian dikembangkan dan diatur untuk menentukan jika suatu saat kurikulum tersebut diterapkan. Kontras dengan asesmen autentik yang mendasar pada alasan praktek berikut ; (1) Suatu misi sekolah adalah untuk mengembangkan warga negara produktif, (2) Untuk menjadi warga negara yang produktif, seseorang harus mampu untuk melakukan /menyelenggarakan tugas yang bermakna di dalam dunia yang nyata; (3) Oleh karena itu, sekolah harus membantu para siswa menjadi pandai untuk melakukan /menyeleng
garakan tugas yang mereka hadapi ketika mereka lulus; (4) Untuk menentukan kompetensi itu sukses , (5) kemudian sekolah meminta para siswa untuk melaksanakan tugas penuh arti yang replicate dengan dunia nyata dalam menghadapi tantangan, untuk melihat para siswa adalah mampu untuk melakukannya.

Berikut ini dikemukakan juga perbandingan antara asesmen autentik(AA) dan asesmen tradisional (AT) menurut Frazee dan Rudnitski (1995), Mueller (2008), dan Corebima (2008).

Asesmen Tradisional:
·         Periode waktu khusus
·         Mengukur kecakapan tingkat rendah
·         Menerapkan driil dan kecakapan
·         Memiliki perspektif sempit
·         Mengungkap fakta
·         Menggunakan standar kelompok
·         Bertumpu pada ingatan
·         Hanya satu solusi yang benar
·         Mengungkap kecakapan
·         Mengajar untuk ujian

Asesmen Autentik:
·         Waktu ditentukan oleh guru dan siswa
·         Mengukur kecakapan tingkat tinggi
·         Menerapkan strategi-2 kritis dan kreatif
·         -Memiliki perspektif menyeluruh
·         -Mengungkap konsep
·         Menggunakan standar individu
·         Bertumpu pada internalisasi
·         Solusi yang benar banyak / banyak cara selesaikan
·         Mengungkap proses
·         Mengajar demi kebutuhan

E.     Jenis-jenis Penilaian Otentik
Penilaian autentik (Authentic Assessment) adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
1.  Penilaian Kinerja
Penilaian autentik sebisa mungkin melibatkan partisipasi peserta didik, khususnya dalam proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan meminta para peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria penyelesaiannya.

2. Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa investigasiyang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian data.
Tiga hal yang perlu diperhatikan guru dalam penilaian proyek:
1.      Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh, dan menulis laporan.
2.      Kesesuaian atau relevansimateri pembelajaran dengan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
3.      Keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau dihasilkan oleh peserta didik.

3. Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.

Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti berikut ini.

1.      Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
2.      Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan dibuat.
3.      Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru menyusun portofolio pembelajaran.
4.      Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.
5.      Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
6.      Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen portofolio yang dihasilkan.
7.      Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio.

4. Penilaian Tertulis
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehensif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.



BAB IV
PENUTUP

Simpulan
Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. Evaluasi menurut Kumano merupakan penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen. Zainul dan Nasution menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes. Arikunto mengungkapkan bahwa evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan program pendidikan.
Berdasarkan pengertian di atas secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Dengan demikian, Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa.



DAFTAR PUSTAKA

Asrul. Ananda, Rusydi. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Ciptapustaka 2014
http://dadangjsn.blogspot.com/2014/06/pengertiandefinisi-pendekatan-saintifik.html#ixzz3GBiAzlqb
http://ahmadfaisal2.blogspot.com/2009/12/evaluasi-pengukuran-tes-dan-penilaian.html

http://sbrrhapsody.blogspot.com/2012/04/fungsi-evaluasi-dalam-proses-belajar.html

Comments

Popular posts from this blog

ALAT PERAGA DAN MEDIA PEMBELAJARAN

untuk versi word klik di sini BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Jika kita melihat dinamika kehidupan ini, kita sudah tentu pasti melihat bahwa dunia ini terus mengalami perubahan demi perubahan. Perubahan tersebut adalah cenderung perubahan yang membawa ke hal yang lebih baik dari sebelumnya. Kita misalkan saja pada masalah teknologi yang semakin berkembang pesat menjadikan kita dituntut untuk mampu mengikuti arus tersebut. Mengikuti arus perkembangan zaman sangat perlu kita lakukan agar kita tidak termasuk orang yang tertinggal yang disebut kuno. Terkhusus untuk perkembangan teknologi, perkembangan ini sangat mempengaruhi berbagai bidang kehidupan kita di dunia hampir pada seluruh aspek kehidupan kita, baik itu dalam bidang sosial, budaya dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia pendidikan, kita sangat membutuhkan teknologi demi kemajuan pendidikan yang lebih baik daripada sebelumnya. Dengan masuknya teknologi dalam dunia pendidikan, lembaga atau instansi pendidikan

Sistem Numerasi

Untuk versi word lebih jelas :), klik di sini BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang             Konsep bilangan dan pengembangannya menjadi sistem angka muncul jauh sebelum adanya pencatatan sejarah, sehingga evolusi dari sistem itu hanyalah merupakan dugaan semata. Petunjuk mengenai awal manusia mengenal hitungan ditemukan oleh arkeolog Karl Absolom pada tahun 1930 dalam sebuah potongan tulang serigala yang diperkirakan berumur 30.000 tahun. Pada potongan tulang itu ditemukan goresan-goresan kecil yang tersusun dalam kelompok-kelompok yang terdiri atas lima, seperti lllll lllll lllll. Sehingga  tidak diragukan lagi bahwa orang-orang primitif sudah memiliki pengertian tentang bilangan dan mengerjakannya dengan metode ijir (tallies), menurut suatu cara korespondensi satu-satu. Ijir adalah sistem angka yang berlambangkan tongkat tegak.             Jadi dapat kita buktikan bahwa orang orang terdahulu telah mengenal tulisan namun mereka tikak menggunakanangka untuk menghitung

Makalah Kurikulum 1994

untuk versi word klik di sini BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Kurikulum adalah suatu hal yang esensial dalam suatu penyelenggaraan pendidikan. Secara sederhana, kurikulum dapat dimengerti sebagai suatu kumpulan atau daftar pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik komplit dengan cara pemberian nilai pencapaian belajar di kurun waktu tertentu. Kurikulum harus mampu mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang berbeda secara individual, baik ditinjau dari segi waktu maupun kemampuan belajar. Oleh karena itu, merumuskan suatu kurikulum sudah barang tentu bukan perkara gampang. Banyak faktor yang menentukan dalam proses lahirnya sebuah kurikulum. Dalam merancang kurikulum biasanya dibentuk suatu tim kerja khusus yang dapat berupa lembaga resmi, misalnya seperti Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Kurikulum sampai saat ini sebagai satu-satunya lembaga resmi bermandat menelurkan kurikulum bagi sekolah penyelenggara pendidikan nasional Indonesia. T