Untuk versi word, klik di sini
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam
adalah agama yang komprehensif, yang memberikan tuntunan terhadap segala aspek
kehidupan manusia, termasuk tuntunan dalam transaksi dan kegiatan ekonomi yang
telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Salah satu tuntunan
Islam dalam bidang ekonomi atau muamalah adalah adanya larangan memakan harta
yang diperoleh dengan cara bathil dan riba. Islam menganggap riba sebagai satu
unsur buruk yang merusak masyarakat secara ekonomi, sosial maupun moral.
Dewasa
ini perbincangan mengenai riba di kalangan negeri Islam mencuat kembali.
Sehingga upaya-upaya melakukan usaha yang bertujuan menghindari persoalan riba
mulai dilaksanakan Kajian ekonomi Islam, termasuk fatwa ulama telah
banyak yang melandasi argumentasi tentang riba, dalam hal ini salah
satunya mengenai bunga bank (riba). Pendapat mengenai bunga bank bervariasi,
yakni haram karena dianggap riba dan bertentangan dengan agama, dan mubah
asalkan tidak berlipat ganda dan syubhat.
Perbankan
merupakan salah satu Lembaga Keuangan yang memiliki pengaruh besar dalam roda
perekonomian masyarakat. Bank adalah sebuah lembaga intermediasi bagi
masyarakat, yakni untuk menyimpan uang mereka dan juga menjadi tempat
peminjaman uang di saat ada yang membutuhkan. Seiring dengan berjalannya waktu,
bank telah menjadi sebuah kebutuhan hidup bagi manusia.
Bank
yang diharapkan bisa menjadi solusi bagi masalah perekonomian masyarakat
ternyata memiliki sisi negatif. Sisi negatif tersebut berupa sistem bunga atau
yang dikenal dengan riba. Sistem bunga atau riba ini terdapat pada bank
konvensional yang sejak awal telah mendominasi lembaga keuangan yang ada di
Indonesia, sehingga umat Islam sebagai populasi mayoritas Indonesia mau tidak
mau berinteraksi dan menggunakan jasa perbankan konvensional.
Oleh
karena itu, umat Islam sejak tahun 1970-an menuntut didirikannya lembaga
keuangan yang sesuai dengan Syariat Islam, khususnya lembaga keuangan syariah
untuk menghindari praktek riba dalam menggunakan jasa perbankan. Perbankan
syariah merupakan lembaga keuangan yang menjadi inspirator dan motor penggerak
bagi berkembangnya praktik-praktik keuangan syariah lainnya seperti asuransi,
pasar modal, obligasi, reksadana dan lain-lain. Di Indonesia eksistensi
perbankan syariah ditandai dengan dibentuknya PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
pada tahun 1991 diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah
Indonesia, dan kemudian memulai kegiatan operasionalnya pada tahun 1992.
Tumbuh
kembang perbankan syariah ini juga mendapat dukungan signifikan dari regulator
seperti adanya Fatwa MUI tentang haramnya bunga bank, Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Bank Indonesia serta berbagai regulasi lain yang
mempermudah tumbuh kembang bisnis ini. Kemudian pada tahun 1992 dikeluarkan UU
no. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang menjadi tonggak legalitas diadopsinya
perbankan syariah dalam sistem perbankan di Indonesia. Peraturan ini kemudian
diperbaiki dengan UU no. 10 tahun 1998, lalu UU no. 23 tahun 1999, dan terakhir
dengan UU. N0.3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia.
Untuk
saat ini di negara Indonesia telah tercatat ada 11 bank umum Syariah, 23 unit
usaha Syariah, 45 unit BPR Syariah, yang beroperasi di 103 kota di 33 provinsi.
Sayangnya, pasar syariah ini masih minim yaitu hanya mencapai 3% saja.
Bank konvensional masih tetap menjadi pilihan utama masyarakat dengan berhasil
menambah aset sebesar Rp 1.213 triliun hanya dalam waktu 5 tahun terakhir sehingga
total aset bank konvensional saat ini adalah Rp 2.683 triliun. Bandingkan
dengan bank syariah yang hanya berhasil menambah aset sebesar Rp 58 triliun
dalam waktu 5 tahun terakhir sehingga total aset bank syariah saat ini hanyalah
Rp.78 triliun (BI: Juli 2010).
Dalam
hal ini terlihat bahwa tetap saja bank syariah belum menjadi pilihan utama
masyarakat untuk melakukan transaksi perbankan. Meskipun mayoritas penduduk
Indonesia adalah muslim, namun masyarakat terlanjur memaklumi eksistensi sistem
perbankan berbasis bunga, bahkan sampai saat ini pun pemerintah melegalkan dan
mendukung penuh sistem ini. Pemuka agama pun seakan merestui sistem ini
berkembang pesat sampai sekarang, sehingga pengembangan produk syariah
berjalan lambat dan belum berkembang sebagaimana halnya bank konvensional.
B.
Batasan
Masalah
Batasan
masalah dalam penelitian ini adalah mempelajari karakteristik masyarakat
berkenaan dengan sikap dan interaksi terhadap sistem perbankan (bank syariah
dan bank konvensional), dan perbedaan antara bank syariah dengan bank
konvensional menurut nasabah dalam memilih jasa perbankan.
C. Rumusan Masalah
1. Apa
sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih jasa
perbankan?
2. Apakah
perbedaan-perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional?
3. Mengapa
umat Islam masih sedikit yang memilih untuk menggunakan jasa perbankan syariah?
D. Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui perbedaan-perbedaan antara bank
syariah dengan bank konvensional.
2.
Untuk mengetahui minat nasabah dalam memilih jasa
perbankan.
3.
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab umat Islam
masih sedikit yang memilih jasa perbankan syariah.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian
ini adalah memberi gambaran atau informasi tentang perbedaan-perbedaan antara
bank syariah dengan bank konvensional kepada para nasabah, pembaca, dan
peneliti.
BAB
II
LANDASAN
TEORITIS
Kerangka Teori
1.
Lembaga Keuangan
Setiap
perusahaan yang bergerak dalam bidang apapun selalu tidak terlepas dari
kebutuhan akan dana atau modal untuk membiayai usahanya. Untuk memenuhi
kebutuhan akan dana tersebut, perusahaan yang bergerak di bidang keuangan
(lembaga keuangan) tentu memegang peranan sangat penting.
Lembaga
keuangan merupakan perusahaan keuangan yang bidang utamanya adalah menyediakan
fasilitas pembiayaan bagi perusahaan lainnya yang membutuhkan dana. Di samping
itu lembaga keuangan juga menampung uang yang sementara waktu belum digunakan
oleh pemiliknya serta jasa-jasa keuangan lainnya. Lembaga keuangan adalah
setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, menghimpun dana,
menyalurkan dana, atau kedua-duanya.[1]
Salah
satu yang merupakan lembaga keuangan adalah Bank Umum, yakni bank yang bertugas
melayani seluruh jasa-jasa perbankan dan melayani segenap lapisan masyarakat
baik perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya. Berdasarkan sistem operasionalnya.
Bank umum terdiri bank umum konvensional dan bank umum syariah.
2. Bank Syariah
Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan
tidak mengandalkan pada bunga. Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Menurut Antonio dan Perwataatmadja yang dikutip oleh Ismail dalam buku
Perbankan Syariah Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah
Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan
Al-Qur’an dan Al-Hadits.[2]
Batasan-batasan bank syariah yang harus
menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syariah
harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat
Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai
titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum,
yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.
2. Prinsip Bagi Hasil (Profit
Sharing)
Sistem ini adalah suatu
sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan
pengelola dana.
3. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini merupakan
suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, imana bank akan membeli
terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen
bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang
tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
4. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan
hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri.
5. Prinsip Jasa (Fee-Based
Service)
Prinsip ini meliputi
seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan oleh bank.
3. Bank Konvensional
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan
atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank
umum pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dengan menghilangkan
kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”, yaitu bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
4. Perbedaan Antara Bank Syariah Dan Bank Konvensional
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah
memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme
transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh
pembiayaan seperti KTP, NPWP, laporan keuangan dan sebagainya. Akan tetapi,
terdapat banyak perbedaan mendasar diantara keduanya. Perbedaan itu diantaranya
menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan
kerja.
a.
Akad dan
Aspek Legalitas
Dalam bank syariah, akad yang
dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan
tidak berdasarkan hukum positif balaka, yang seringkali nasabah berani
melanggar, tetapi berdasarkan hukum Islam yang pertanggungjawabannya hingga yaumil
qiyamah nanti.[3]
Setiap akad dalam perbankan syariah baik dalam hal barang, pelaku transaksi,
maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad seperti rukun dan
syarat transaksi.
Dalam menyelesaikan sengketa perbankan
konvensional diselesaikan di peradilan negeri, tetapi perbankan syariah
menyelesaikan sengketa sesuai tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang
mengatur hukum materi dan atau berdasarkan syariah di Indonesia dikenal dengan
nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang didirikan secara bersama
oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.[4]
b. Struktur
Organisasi
Bank syariah memiliki struktur yang sama
dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi
unsur yang amat membedakan antar bank syariah dan bank konvensioanal adalah
keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional
bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Berikut ini bagan perbedaan antara
perbankan konvensional dan perbankan syariah:
Bank Syariah
|
Bank Konvensional
|
Hanya melakukan
investasi-investasi yang halal saja.
|
Melakukan investasi-investasi yang
halal dan yang haram.
|
Berdasarkan prinsip bagi hasil,
jual beli atau sewa.
|
Menggunakan sistem bunga atau
riba.
|
Profit
dan falah oriented.
|
Profit oriented
|
Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kemitraan.
|
Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan debitor-debitor.
|
Penghimpun
dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.
|
Tidak terdapat Dewan sejenis.
|
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan-perbedaan antara bank
syariah dengan bank konvensional dan faktor-faktor yang menentukan minat
nasabah dalam memilih jasa perbankan. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif. Metode kualitatif digunakan sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.[5]
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara yang beralamat jalan Williem
Iskandar No. V Medan Estate. Adapun alasan peneliti memilih IAIN-SU sebagai
tempat penelitian adalah:
1. Belum pernah ada penelitian yang sejenis
dilakukan di kampus tersebut.
2. Peneliti ingin agar mahasiswa/mahasiswi
mampu menerapkan dan menggunakan jasa perbankan syariah atau Bank Islam.
Kegiatan
penelitian dilakukan pada semester III Tahun Ajaran 2013/2014. Penetapan jadwal
penelitian disesuaikan dengan jadwal yang ditetapkan oleh dosen pembimbing mata
kuliah Metodologi Studi Islam. Adapun tema dalam penelitian ini adalah ”Ekonomi
Islam” yang merupakan materi kuliah yang dipelajari pada mata kuliah tersebut.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode yang tepat untuk mengumpulkan data perbedaan-perbedaan antara bank
syariah dan bank konvensional menurut nasabah dalam memilih jasa perbankan.
Oleh sebab itu meode pengumpulan data dalam penelitian in adalah menggunakan
metode wawancara untuk nasabah bank syariah dan nasabah bank konvensional.
Semua nasabah menjawab pertanyaan wawancara dari peneliti dengan pedoman ilmu
yang ia ketahui. Teknik pengambilan data berupa pertanyaan-pertanyaan dalam
bentuk lisan sebanyak 10 pertanyaan. Adapun teknik pengambilan data badalah
sebagai berikut:
1.
Memberikan pertanyaan untuk memperoleh data
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nasabah dalam memilih jasa perbankan dan
perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional.
2.
Melakukan analisis data.
3.
Melakukan uji hipotesis.
D. Instrumen Pengumpulan Data
Sesuai dengan metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan, maka
instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk wawancara.
Wawancara adalah percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara
narasumber dengan pewawancara.[6] Tujuan
wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang minat nasabah dalam
memilih jasa perbankan dan unruk mengetahui perbedaan-perbedaan antara bank
syariah dan bank konvensional, di mana sang pewawancara melontarkan 10
pertanyaan untuk di jawab oleh narasumber. Di mana 4 pertanyaan merupakan
pertanyaan tentang minat nasabah dalam memilih jasa perbankan dan 6 pertanyaan
merupakan pertanyaan tentang perbedaan-perbedaan antara bank syariah dan bank
konvensional.
E. Teknik Analisis Data
Setelah
data diperoleh kemudian diolah dengan teknik analisis data sebagai berikut:
1.
Menghitung rata-rata skor data penelitian dengan rumus:
=
2.
Menghitung standar deviasi.
3.
Uji normalitas.
Untuk
menguji apakah sampel berdistribusi normal atau tidak digunakan uji normalitas liliefors.
4.
Uji homogenitas sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
1. Temuan Umum Penelitian
a. Profil Kampus
Nama
kampus adalah Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara. Alamatnya di Jalan
Williem Iskandar Pasar V Medan Estate. Kampus ini di kepalai oleh Prof. Dr. Nur
A. Fadhil Lubis, MA dan telah memiliki akreditasi “C”.
Visi
dari Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara adalah sebagai pusat keunggulan
(center of excellence) bagi
pengkajian, pengembangan dan penerapan ilmu-ilmu keIslaman pada tingkat
nasional dan regional untuk kedamaian dan kesejahteraan umat manusia.
Adapun
misi dari Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara adalah:
1.
Melakukan kajian dan pengembangan ilmu-ilmu
keIslaman dengan standar metodologi keilmuan modern.
2.
Melaksanakan manajemen kelembagaan, kegiatan
pendidikan, dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dengan
tingkat akuntabiltas dan reliabilitas yang tinggi.
3.
Melakukan pembinaan sumber daya manusia dengan muu
yang integral (keilmuan-keIslaman-moralitas-keterampilan) sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Fasilitas
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara ialah :
1.
Gedung Permanen
2.
Gedung Biro
3.
Gedung Administrasi Fakultas
4.
Ruang Rektor
5.
Ruang Dosen
6.
Ruang Praktikum Komputer
7.
Aula IAIN-SU
8.
Ruang Kelas
9.
Lapangan olahraga
10. Mesjid
11. Asrama mahasiswi
(Rusunawa)
12. Mushallah
Tarbiyah
13. Kantin
14. Kamar Mandi
15. Perpustakaan
16. Tempat Parkir
Dosen dan Mahasiswa
17. Gudang
18. Bank Syariah dan
Bank Konvensional
19. Aula Fakultas
b. Struktur Organisasi Kampus
Struktur
organisasi Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara terdiri atas:
1.
Dewan Penyantun
2.
Rektor Dan Pembantu Rektor (Unsur Pimpinan)
3.
Senat Institut (Badan Normatif)
4.
Biro Administrasi Umum, Akademik Dan Kemahasiswaan
(Unsur Pelaksana Administrasi)
5.
Fakultas Dakwah (Unsur Pelaksana Akademik)
6.
Faluktas Syari’ah (Unsur Pelaksana Akademik)
7.
Fakultas Tarbiyah (Unsur Pelaksana Akademik)
8.
Fakultas Ushuluddin (Unsur Pelaksana Akademik)
9.
Lembaga Penelitian (Unsur Pelaksana Akademik)
10. Lembaga
Pengebdian Kepada Masyarakat (Unsur Pelaksana Akademik)
11. Perpustakaan (Unsur
Pelaksana Akademik)
12. Pusat Computer
(Unsur Pelaksana Akademik)
13. Pusat Pembinaan
Bahasa (Unsur Pelaksana Akademik)
14. Pusat Penjaminan
Mutu Pendidikan (Unsur Pelaksana Akademik)
2. Temuan Khusus Penelitian
·
Pembahasan Hasil
Penelitian
Penelitian mengenai perbedaan-perbedaan antara bank
syariah dengan bank konvensional menurut nasabah dalam memilih jasa perbankan
di Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara ditinjau melalui hasil wawancara
mahasiswa/mahasiswi yang menghasilkan skor rata-rata hitung yang berbeda.
Hasil penelitian lapangan
menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini didominasi oleh jenis kelamin
laki-laki, yakni 62% atau 62 orang dari total responden 100 orang.
a. Persepsi
Nasabah Terhadap Perbankan Konvensional
Dalam hal bahwa “mengapa memanfaatkan
jasa perbankan konvensional?”, ada dua alasan utama yang terungkap dari
pertanyaan ini yaitu pertimbangan kemudahan lokasi atau aksesibilitas (41%), dan
fasilitas ATM yang ada dimana-mana 37%, serta kredibilitas/ kepercayaan/
keamanan (22%) yang menurut responden dimiliki oleh bank konvensional tersebut.
Pelayanan yang cepat selalu
merupakan alasan dalam pemanfaatan jasa tabungan, kredit/ pembiayaan, serta
jasa-jasa lain. Jadi, berbeda dengan asumsi umum, bunga yang tinggi untuk
tabungan dan bunga yang rendah untuk kredit bukanlah merupakan alasan yang
pokok bagi 50 orang responden tersebut. Alasan ini dapat dipahami, karena
sebagaimana sudah diungkapkan di atas, sebagian besar responden merupakan
golongan ekonomi sedang ke bawah, yang tentu saja nominal tabungannya relatif
rendah pula. Perbedaan bunga antar bank yang hanya 1 sampai 2 persen belum
terasa signifikan untuk mereka.
Media massa televisi dan teman/
keluarga merupakan dua sumber informasi utama bagi rensponden dalam hal
pengetahuannya terhadap perbankan konvensional, yakni 35% dan 48%. Dari
kedua sumber informasi tersebut ditambah dengan informasi dari karyawan bank
yang bersangkutan merupakan faktor yang membentuk sikapnya terhadap perbankan
konvensional. Hal ini dipengaruhi juga oleh berapa lama responden menjadi
nasabah, seperti hasil informasi responden yang telah menjadi
nasabah selama 1-3 tahun 36% kemudian 3-5 tahun sebanyak 39%, dan yang menjadi
nasabah lebih dari lima tahun berdasarkan hasil dari responden sebanyak 21% dan
sisanya adalah yang menjadi nasabah kurang dari satu tahun.
Semakin beragamnya stasiun televisi
dengan jaringan yang semakin luas, dan semakin berkembangnya surat kabar di
daerah semenjak era reformasi ini, merupakan faktor pendukung semakin
dikenalnya perbankan di masyarakat.
Dalam hal kelebihan dan kelemahan
sistem serta pelayanan perbankan konvensional selama ini. Lokasi kantor yang
strategis dan mudah dijangkau, ditambah dengan banyaknya fasilitas ATM
merupakan dua faktor pokok yang merupakan kelebihan bank konvensional dibandingkan
dengan bank syariah.
Sedangkan, kelemahan bank
konvensional yang dirasakan responden adalah karena masih menerapkan bunga.
Namun, karena masih terbatasnya perbankan alternatif, maka mereka masih tetap
menggunakan perbankan konvensional, apalagi jaringan dan layanan bank
konvensional sudah sangat maju dan belum bisa ditandingi oleh perbankan
syariah.
b. Persepsi
Nasabah Terhadap Perbankan Syariah
Satu temuan yang cukup menarik
adalah yang mengaku “paham” dengan istilah bank syari’ah dari 50 responden
adalah hanya 62%. Dengan tingkat pemahaman yang belum komprehensif tersebut,
kesan pokok yang muncul adalah bahwa bank syariah adalah sebagai “bank Islami”
(65%), dan “bank sistem bagi hasil” (29%), dan sisanya (6%) bank berbasis
syariah. Tampak bahwa, belum satupun alasan ekonomi yang muncul dari responden,
misalnya yang menyatakan “bank syariah” adalah bank yang mengutamakan keadilan
atau bank yang lebih menguntungkan dan lebih adil secara ekonomi”.
Konfigurasi pengetahuan dan persepsi
seperti ini, sebagaimana dengan bank konvensional, sumber informasi pokoknya
berasal televisi, surat kabar, serta nonformal social network dari
teman, keluarga dan tetangga. Artinya, televisi dan surat kabar, merupakan dua
saluran komunikasi yang juga disarankan untuk dijadikan alat untuk
mengkomunikasikan perbankan syariah ke masyarakat. Kesesuaian dengan syariah
(Islam) dan aman (76%) merupakan faktor utama yang mendorong nasabah syariah
dari (total 50 orang) dalam memanfaatkan bank syariah, sementara faktor sekundernya
adalah kemudahan dan aksesibilitas.
Jadi, tampaknya keputusan mengadopsi
masih dilandaskan kepada hal-hal yang bercorak sentiment keagamaan, belum lagi
dari satu alasan rasionalitas ekonomi. Alasan ini bukan merupakan alasan yang
teguh, karena mereka yang cenderung akan terus memanfaatkan jasa bank
syariah bukan dari kelompok ini, tapi dari pertimbangan bagi hasil
(rasionalitas ekonomi). Dengan kata lain, jika untuk masuk pertama kali menjadi
nasabah sentimen keagamaan cukup berguna, namun jika kemudian mereka merasa
tidak puas, terutama bagi hasil yang tidak menguntungkan (rasionalitas
ekonomi), maka mereka cenderung akan meninggalkan bank syariah tersebut.
Implikasi dari temuan ini,
disarankan agar “rasionalitas ekonomi” harus lebih dikedepankan dalam
mengkomunikasikan kelebihan bank syariah kepada khalayak. Kendalanya kemudian
adalah, bahwa saluran tradisional yaitu kyai, ustadz dan ulama belum siap untuk
mengkomunikasikannya, karena umumnya belum memiliki pengetahuan terhadap
analisis ekonomi tersebut. Pihak perbankan syariah sendiri perlu semakin
meningkatkan kinerja dan pelayanannya, sehingga mampu memberikan bukti-bukti
keuntungan ekonomi pula. Perlu ditekankan bahwa, perdebatan halal dan haram
dapat diminimalisir apabila keunggulan bank syariah dapat dibuktikan secara riil
dari sisi keuntungan ekonominya. Inilah tantangan bagi institusi perbankan
syariah ke depan.
Dari seluruh nasabah bank syariah
(50 orang), hampir seluruhnya (74%) hanya memanfaatkan satu jenis produk saja
yaitu Tabungan Mudharabah, dan 26 persen mengadopsi Deposito Mudharabah. Khusus
untuk produk pembiayaan, 82% menggunakan Bai Murabahah atas prinsip jual beli,
dan hanya 18 persen yang sudah memanfaatkan Syirkah Mudharabah.
Dari indepth interview dan focus
group discussion ditemukan alasan, bahwa pihak perbankan sendiri masih
terkendala oleh kelemahan sumber daya manusia untuk mengaplikasikan pembiyaan
mudharabah dan musyarakah secara lebih luas.
Disebabkan karena pengetahuan yang
masih dangkal dan interaksi yang masih terbatas dengan perbankan syariah,
berbagai persepsi responden berkenaan dengan kelebihan bank syariah masih
terkait dengan aspek hukum, yaitu produk yang “tidak riba atau halal” (75%).
Sementara itu, secara umum 82% responden syariah merasa bank syariah lebih
memiliki kelebihan, namun 18% juga melihat bahwa bank syariah juga memilki
kelemahan, dibandingkan dengan bank konvensional atau dibandingkan antara
bentuk yang ideal dengan yang saat ini beroperasi.
Satu temuan yang cukup menarik untuk
dikemukakan disini adalah bahwa saat ini konsep berpikir masyarakat tentang
perbankan dapat dikatakan cenderung tidak konsisten. Dari seluruh responden
(100 orang), 47% merupakan responden yang tidak konsisten, sedangkan 53% adalah
konsisten. Responden yang tergolong konsisten dan teguh dengan prinsip syariah
hanyalah 23%, dan tergolong konsisten dengan bank konvensional 30%.
Kemudian, dari 100 responden 70
persen berpendapat bahwa bunga bank bertentangan dengan agama, namun sebagian
besar dari mereka (47 orang) sesungguhnya saat ini sedang menjadi nasabah
perbankan konvensional. Jadi meskipun mereka konsisten dalam bersikap, namun
dalam kenyataannya mereka juga tidak konsisten dalam perilaku. Hal inipun dapat
dipahami secara logis, bahwa meskipun mereka bersikap teguh dalam prinsip,
namun karena belum tersedianya jaringan bank syariah yang memadai,
sementara mereka terdesak untuk memanfaatkan jasa perbankan untuk
keperluan sehari-hari, maka mereka memeilih bank konvensional untuk memenuhi
kebutuhannya.
Data tersebut menggambarkan apa yang
diperoleh dari kebijakan elit pemerintah dan agama yang terlalu lama mengembangkan
legalitas bunga selama ini. Akibatnya, sebagian masyarakat (muslim) sudah
sangat terbiasa dengan bunga dan tidak kritis lagi melihat kelemahan-kelemahan
bunga secara ideologis.
Mengintroduksikan sikap baru, bahwa
bunga adalah haram sebagai mana fatwa MUI pada bulan Desember 2003, ternyata
tidak langsung mampu merubah konfigurasi persepsi dan perilaku masyarakat
muslim yang sudah agak baku selama ini.
Dari penelitian ini juga terungkap,
bahwa dari 50 responden bank konvensional, meskipun 40% menyatakan mendukung
terhadap prinsip fatwa MUI, belum melakukan tindakan apa-apa, dan hanya 22%
yang berencana untuk membuka rekening di bank syariah. Informasi ini menyiratkan
bahwa kepatuhan umat terhadap ulama di Indonesia tidaklah mutlak. Atau, mungkin
saja kepatuhan tersebut tidaklah semata-mata kepada institusi Majelis Ulama
Indonesia (MUI) saja. Mungkin institusi keulamaan lokal juga merupakan
referensi yang lebih diakui masyarakat tertentu.
BAB V
PENUTUP
- Simpulan
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah diperoleh, serta permasalahan yang ada telah
dirumuskan, peneliti membuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Pertimbangan
masyarakat dalam memilih jasa perbankan, baik bank konvensional maupun bank
syariah relatif sama. Pertimbangan tersebut adalah berturut-turut, yakni prosedur
yang lebih cepat dan mudah (profesionalisme pelayanan dan fasilitas),
kedekatan lokasi bank (aksesibilitas), dan reputasi bank serta jumlah
kantor/cabang sebuah bank (kredibilitas). Pertimbangan-pertimbangan tersebut
didukung oleh tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan lingkungan yang
ditempati oleh masyarakat. Bunga/bagi hasil baik dalam penghimpunan dana maupun
pembiayaan bukan menjadi pertimbangan utama.
2. Tingkat
pemahaman masyarakat terhadap bank syariah masih rendah dan tidak utuh yang
berakibat pada ketidakkonsistenan dalam bersikap terhadap sistem bunga dalam
operasional perbankan. Sebagian besar masyarakat memandang sistem bunga bertentangan
dengan agama, namun setuju dengan penerapan sistem bunga dan juga menjadi
nasabah bank konvensional. Sebagian besar masyarakat yang mengadopsi bank
syariah masih dominan dipengaruhi oleh emosi keagamaan belum berdasarkan pada
pemahaman rasional yang baik.
3. Sebagian
besar masyarakat juga belum mengetahui fatwa MUI tentang bunga bank. Dari
masyarakat yang mengetahui, sebagian besar mendukung dikeluarkannya Fatwa MUI
tersebut namun tidak banyak yang merespon dengan melakukan tindakan riil baik
yang telah bertindak maupun sekedar rencana. Sumber informasi masyarakat
tentang perbankan baik bank konvensional maupun bank syariah yang utama berasal
dari teman/kerabat, televisi dan surat kabar. Demikian juga sumber informasi
fatwa MUI tentang bunga bank yang utama berasal dari TV, dan surat kabar. Hal
ini menunjukkan bahwa peranan ulama dalam sosialisasi perbankan syariah dan
fatwa MUI masih rendah.
4. Bagan
perbedaan antara perbankan konvensional dan perbankan syariah:
Bank Syariah
|
Bank Konvensional
|
Hanya melakukan
investasi-investasi yang halal saja.
|
Melakukan investasi-investasi yang
halal dan yang haram.
|
Berdasarkan prinsip bagi hasil,
jual beli atau sewa.
|
Menggunakan sistem bunga atau
riba.
|
Profit
dan falah oriented.
|
Profit oriented
|
Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kemitraan.
|
Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan debitor-debitor.
|
Penghimpun
dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.
|
Tidak terdapat Dewan sejenis.
|
- Saran
Berdasarkan
hasil penelitian yang diperoleh, peneliti ingin memberikan saran yaitu karena
mengingat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap bank syariah masih
sangat rendah, maka diperlukan sosialisasi tentang bank syariah secara
intensif, komprehensif dan terstruktur dengan mengedepankan aspek rasionalitas,
ekonomi, bukan semata pertimbangan emosional keagamaan. Sejalan dengan upaya
tersebut, bank syariah juga harus meningkatkan kinerja terutama menyangkut
fasilitas, aksesibilitas dan kemampuan sumber daya manusianya, sehingga dapat bersaing
dengan bank konvensional dalam penyediaan pelayanan. Untuk lebih mempercepat
proses sosialisasi dan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap bank syariah,
maka keikutsertaan institusi keagamaan seperti pesantren, ulama dan organisasi
keagamaan lainnya baik tingkat nasional maupun lokal perlu ditingkatkan.
Termasuk didalamnya adalah institusi Dewan Pengawas Syariah dari tingkat pusat
sampai tingkat daerah.
DAFTAR
PUSTAKA
Kasmir.
2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.
Jakarta: Rajawali Pers
Ismail.
2011. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Antonio,
Muhammad Syafi’i. 2006. Bank Syariah Dari
Teori Ke Praktik. Jakarta: Tazkia Cendekia
Moleong,
Lexi J. 1999. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Ensiklopedia Bahasa Indonesia
Hasibuan, Malayu. 2006. Dasar-Dasar
Perbankan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Perwataatmadja, Karen dan M. Syafii
Antonio. 1992. Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf
Margono,S. 2004. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
[3] Muhammad syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Tazkia
Cendekia: Jakarta, 2006), hlm. 76
Comments
Post a Comment