Skip to main content

STUDI ILMU-ILMU AL-QUR’AN

Untuk versi word, klik di sini
BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalam Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., melalui perantara malaikat jibril, dimana Al-Qur’an sebagai pedoman hidup untuk umat Islam.

Studi ilmu-ilmu Al-Qur’an adalah studi tentang apa-apa saja yang berhubungan dengan Al-Qur’an. Mulai dari definisi dan beberapa istilah dalam kajian ilmu-ilmu Al-qur’an, klasifikasi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, sejarah perkembangan dan kodifikasi ilmu-ilmu al-qur’an, tokoh ilmuan ilmu-ilmu al-qur’an dan referensinya, corak dan metodologi penafsiran al-qur’an.

B.     Rumusan Masalah
1.      Definisi dan beberapa istilah dalam kajian ilmu-ilmu Al-Qur’an
2.      Klasifikasi ilmu-ilmu Al-Qur’an
3.      Sejarah perkembangan dan kodifikasi ilmu-ilmu Al-Qur’an
4.      Tokoh ilmuan ilmu-ilmu Al-Qur’an dan referensinya
5.      Corak dan metodologi penafsiran Al-Qur’an

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui definisi Al-Qur’an beserta istilah-istilah yang digunakan dalam Al-Qur’an
2.      Mengetahui dan memahami klasifikasi ilmu-ilmu Al-Qur’an
3.      Mengetahui sejarah perkembangan Al-Qur’an mulai dari diturunkan sampai di kumpulkan dalam satu mushaf
4.      Mengetahui apa-apa saja dari kodifikasi ilmu-ilmu Al-Qur’an
5.      Mengetahui tokoh-tokoh ilmuan dari ilmu-ilmu Al-Qur’an
6.      Mengetahui, memahami dan dapat membedakan antara corak dan metodologi penafsiran Al-Qur’an


BAB II
PEMBAHASAN
STUDI ILMU-ILMU AL-QUR’AN

1.      Definisi dan Beberapa Istilah dalam Kajian Ilmu-ilmu Al-Qur’an
Ditinjau dari segi kebahasaan (etimologi), Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca.
Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an  secara terminologi, sebagai berikut: “Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.
Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut: "Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"
Al-Qur’ān (ejaan KBBI: Alquran, Arab: القرآن) adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril, dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5.
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ    
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
 Adapun istilah dalam kajian ilmu Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
a.       Al-Kitab (Buku)
b.      Al-Furqan (Pembeda benar salah)
c.       Adz-Dzikr (Pemberi peringatan)
d.      Al-Mau'idhah (Pelajaran/nasihat)
e.       Al-Hukm (Peraturan/hukum)
f.       Al-Hikmah (Kebijaksanaan)
g.      Asy-Syifa' (Obat/penyembuh)
h.      Al-Huda (Petunjuk)
i.        At-Tanzil (Yang diturunkan)
j.        Ar-Rahmat (Karunia)
k.      Ar-Ruh (Ruh)
l.        Al-Bayan (Penerang)
m.    Al-Kalam (Ucapan/firman)
n.      Al-Busyra (Kabar gembira)
o.      An-Nur (Cahaya)
p.      Al-Basha'ir (Pedoman)
q.      Al-Balagh (Penyampaian/kabar)
r.        Al-Qaul (Perkataan/ucapan)[1]




2.      Klasifikasi Ilmu-ilmu Al-Qur’an
a.      Auqat wa Mawathin an-Nuzul
Auqat wa Mawathin an-Nuzul adalah ilmu Al-Qur'an yang mempelajari waktu dan tempat turunnya ayat Al-Qur'an. Auqat wa Mawathin an-Nuzul berasal dari dua kata, yaitu Auqat yang artinya "waktu-waktu" dan Mawathin artinya "tempat-tempat". Dalam pembahasannya, bidang ilmu dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya: tertib masa turun ayat, tertib tempat turun ayat, tertib mahdu' yang dibicarakan ayat yang diturunkan, tertib orang yang dihadapi nabi Muhammad saat ayat diturunkan.

b.      Asbābun Nuzūl
Asbābun Nuzūl (Arab: اسباب النزول, Sebab-sebab Turunnya (suatu ayat)) adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat al-Qur'an diturunkan. Pada umumnya, Asbabun Nuzul memudahkan para Mufassir untuk menemukan tafsir dan pemahaman suatu ayat dari balik kisah diturunkannya ayat itu. Selain itu, ada juga yang memahami ilmu ini untuk menetapkan hukum dari hikmah dibalik kisah diturunkannya suatu ayat. Ibnu Taimiyyah mengemukakan bahwa mengetahui Asbabun Nuzul suatu ayat dapat membantu Mufassir memahami makna ayat. Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul suatu ayat dapat memberikan dasar yang kokoh untuk menyelami makna suatu ayat Al-Qur’an

c.       Tawarikh an-Nuzul
Tawarikh an-Nuzul adalah ilmu Al-Qur'an yang menjelaskan masa dan tertib turunnya ayat al-Qur'an satu demi satu dari awal hingga akhir. Yang termasuk dalam Tawarikh an-Nuzul adalah ayat yang diturunkan pertama hingga terakhir, ayat yang diturunkan berulang-ulang, ayat yang diturunkan sekaligus atau terpisah, ayat yang pernah diturunkan kepada nabi sebelum Muhammad, dan ayat yang belum pernah diturunkan sebelumnya. Pada umumnya, ilmu ini digunakan para penafsir al-Qur'an untuk mengetahui marhalah-marhalah dakwah Islam secara rinci. Kegunaan lain adalah untuk mengetahui asas Tasyri'iyah. Dan yang paling penting adalah untuk menolak argumen orang-orang atau kelompok tertentu yang ingin menggoyahkan iman umat Muslim terhadap al-Qur'an

d.      Adabi Tilawat
Adabi Tilawat al-Qur'an adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas tata cara dan aturan seseorang dalam membaca Al-Qur'an dari segi kondisi lahir maupun batin

e.       Tajwid
Tajwid berasal dari kata Jawwada (جوّد-يجوّد-تجويدا) dalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qiraah, tajwid berarti mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya. Jadi ilmu tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara membunyikan atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci al-Quran maupun bukan.

f.       Fawatih as-Suwar
Fawatih as-Suwar adalah ilmu Al-Qur'an yang membicarakan kalimat-kalimat pembuka suatu surah. Ilmu ini cenderung mempelajari arti dan tafsir kalimat-kalimat tersebut

g.      Qira'at al-Qur'an
Qira'at al-Qur'an adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas perbedaan lafaz wahyu, baik dari segi menulisnya maupun membacanya

h.      Rasm Al-Qur’an
Rasm Al-Qur’an atau adalah ilmu yang mempelajari tentang penulisan Mushaf Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan. Rasimul Qur’an dikenal juga dengan sebutan Rasm Al-Utsmani.




i.        Gharib al-Qur'an
Gharib al-Qur'an ilmu Al-Qur'an yang membahas mengenai arti kata dari kata-kata yang ganjil dalam Al-Qur'an yang tidak biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari

j.        I'rab al-Qur'an
I'rab al-Qur'an adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas kedudukan setiap kata dalam susunan kalimat (ta'bir), untuk mengetahui arti dan makna suatu ayat.

k.      Bada'i al-Qur'an
Bada'i al-Qur'an adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas keindahan bahasa dalam susunan Al-Qur'an baik mengenai sastra, keistimewaan, uslub, dan susunan kalimat-kalimatnya

l.        Tafsir Al-Qur'an
Tafsir Al-Qur'an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al Qur’an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya.

3.      Sejarah Perkembangan dan Kodifikasi Ilmu-ilmu Al-Qur’an
a.      Kodifikasi Al-Quran pada Masa Abu Bakar ra
Sejarah perkembangan Al-qur’an berkembang pesat setelah Rasulullah SAW  wafat. Beliau telah menyampaikan amanat serta memberi petunjuk kepada umatnya untuk menjalankan agama islam. Setelah beliau wafat, kepemimpinan di pegang oleh Abu Bakar ra. Pada masa kepemimpinan Abu Bakar, beliau banyak mengalami berbagai masalah dan cobaan yang sangat rumint. Masalah yang paling besar adalah memerangi orang-orang yang murtad yang ada pada kalangan orang islam sendiri.

Abu Bakar ra memodifikasi Al-Qur’an dikarenakan terjadinya perang yang disebut dengan perang Yamamah pada tahun ke-2 Hijriah, perang ini adalah antara orang muslimin dan kaum murtad yang juga sebagai pengikut Musailamatul-kadzab dimana ada sekitar 70 huffaz yang gugur dalam peperangan. Melihat kenyataan ini, Umar bin Khattab ra merasa sangat khawatir dan akhirnya beliau mengusulkan untuk mengkodifikasi Al-Qur’an. Pada awalnya Abu Bakar ra merasa ragu, namun setelah dijelaskan Umar bin Khattab ra tentang dampak positifnya akhirnya Abubakar menerima usulan tersebut. Dan Allah melapangkan dada Abu Bakar rauntuk melaksanakan  tugas yang muliah itu. Ia mengutus Zaid bin Tsabit dan menyuruhnya agar segera menangani dan mengumpulkan al-Quran dalam satu mushaf. Mula-mula Zaid pun merasa ragu, kemudian ia pun dilapangkan Allah sebagaimana halnya Abu Bakar ra dan Umar bin Khattab ra.

Perintah kodifiksi al-Quran oleh Abu Bakar r.a selesai di laksankan  dalam waktu satu tahun. Zaid menerima  perintah beberapa saat setelah berakhirnya perang Yamamah. beberapa waktu menjelang wafatnya Abu Bakar ra. Kalau direnungkan betapa cepat Zaid menghimpun ayat-ayat  dari berbagai macam lembaran, dari pelepah kurma dan lain sebagainya, dan hasil kodifikasi Zaid berada di tangan Abu Bakar ra  sampai beliau wafat. Kemudian pindah ke tangan Umar bin Khattab ra. sampai khalifah ke tiga. Dan setelah Umar bin Khattab ra. wafat mushaf disimpan Hafhsah binti Umar.

b.      Kodifikasi Al-Quran pada masa Usman ra
Ketika Utsman ra memegang kekhalifahan, dan para sahabat berpencar di berbagai Negara dan masing-masing membawa bacaan (al-qira’ah) yang di dengarnya dari rasulullah saw, serta di antara mereka ada yang memiliki bacaan yang tidak dimikliki oleh lainya, orang-orang berbeda pendapat dalam bacaan. Setiap pembaca (qari) mengunggulkan bacaan (qiraat)-nya dan menyalahkan bacaan qari lainya sehingga permasalahan tersebut menjadi besar, dan perselisihan pun semakin memuncak. Kenyataan ini mengejutkan Usman ra, dan dia merasa khawatir  bahwa akibat dari perslisihan yang memburuk ini akan mengurangi keyakinan terhadap al-Quran al-Karim dan bacaanya yang telah pasti, dan merupakan dasar pegangan kaum muslimin, serta simbol kesatuan mereka yang agung.  Ibnu Abi Daud telah meriwayatkan dalam kitab al-Mashahifdari jalur Abu Qilabah, dia berkata, “Ketika Usman memegang kekhalifahan, seseorang yang mengetahui bacaan mengajarkannya kepada orang lain, dan orang yang diajaripun mengajarkan bacaanya kepada orang yang mengajarinya tadi. Kemudian terjadilah perselisihan bacaan di antara umat. Peristiwa tersebut diajukan kepada para pengajarnya sehingga sebagian mereka mengafirkan sebagian yang lainya. Berita tersebut sampai kepada Usman, dia pun berkata:
Sesudah beberapa tahun berlalu pemerintahan Usman timbullah beberapa penggerak yang menggerakkan para sahabat supaya meninjau kembali shuhuf-shuhuf yang telah di tulis oleh Zaid bin Tsabit. Dan semakin meluasnya daerah kekuasaan islam pada masa Usman membuat perbedaan yang cukup mendasar dibandingkan dengan pada masa Abu Bakar ra, latar belakang pengumpulan al-Quran di masa Usman ra. Adalah karena beberapa hal yang berbeda dengan factor yang ada pad masa Abu Bakar ra.

Perkataan Usman tersebut menjadi kenyataan tatkala Hudzaifah ibnu al-Yaman datang mengabarinya mengenai perselisihan bacaan yang terjadi antara penduduk syam dan penduduk irak dalam perang Armenia. Peristiwa ini mengejutkannya. Lalu dia bermusyawarah dengan para sahabat mengenai apa yang seharusnya dilakukan. Kemudian Usman dan para sahabat bersepakat untuk menyatukan manusia pada satu mushaf agar tidak terjadi perselisihan dan pertentangan  dalam masalah bacaan tersebut. Kemudian Usman menulis surat kepada Hafshah ra. agar dia mengirimkan lembaran yang telah di tulis pada masa Abu Bakar ra, yang setelah kematianya berpindah ke tangan Umar bin Khattab ra., kemudian ke tangan  Hafshah untuk dijadikan pijakan dalam mengumpulkan al-Quran. Hal ini di harapkan dapat mengurangi perslisihan dan perbedaan paham. Kemudian Usman  menugaskan Zaid ibn Tsabit, Abbdullah Ibn Zubair, Sa’id ibn Al ‘Ash dan ‘Abd Ar-Rahman ibn, Al-Harits ibn Hisyam untuk menulis atau menyalin lembaran tersebut ke dalam mushaf-mushaf.

Penduduk syam membaca al-Quran mengikuti bacaan Ubay ibn ka’ab, penduduk kufah megikuti bacaan Abdullah ibn mas’ud, Penduduk Bashrah memegang teguh qiraat yang mereka terima dari  Abu musa Al-Asy’ari. Mushafnya dinamai Lubabul Qulub. Perselisihan-perselisihan itulah yang disampaikan kepada Usman yang menyebabkan beliau menyuruh menyalin mushaf al-Imam dan mengirim ke Mekkah, Kufah, Bashrah dan Syam (Suria) sedangkan aslinya di tangan Usman sendiri.

Naskhah-naskhah yang dikirim Usman itu umat Islam menyalin al-Quran untuk mereka masing-masing  dengan sangat hati-hati, hemat dan cermat. Abdul Aziz ibn Marwan Gubernur Mesir, setelah menulis mushafnya, menyuru orang memeriksa seraya berkata: “Barang siapa dapat menunjukan barang sesuatu kesalahan dalam salinan ini, diberikan kepadanya seekor Kuda dan 30 dinar”. Di antara yang memeriksa itu ada seorang Qori yang dapat menunjukkan suatu kesalahan, yaitu perkataan Naj’ah, pada hal yang sebenarnya na’jah.

Pengumpulan al-Quran pada masa Usman memiliki kelebihan sebagai berikut:
Di dalam pengumpulan tersebut ada pembatasan pada satu huruf (bahasa), yaitu bahasa quraisy. Di dalam pengumpulan tersebut ada pembatasan pada bacaan yang didasarkan pada riwayat-riwayat yang mutawatir dan bacaan yang telah dianggap tetap (settle) dalam penyajian yang terakhir, dan bukan ayat yang mereka tulis berdasarkan riwayat ahad, dan tidak pula ayat yang telah dihapus bacaan-nya; Tertib (susunan) ayat-ayat dan surat-suratnya sebagaimana tertib yang dikenal sekarang. Di dalam pengumpulan tersebut terjadi penanggalan titik dan syakal dan sesuatu yang bukan termasuk al-Quran, berbeda dengan tulisan yang dimiliki oleh sebagian sahabat yang memuat  sebagian penakwilan dan penafsiran-penafsiran terhadap sebagian lafazhnya.

c.       Perbedaan Antara Mushaf Abu Bakar ra dan Mushaf Usman
Pengumpulan Mushaf pada masa Abu Bakar ra adalah bentuk pemindahan dan penulisannya al-Quran ke dalam satu Mushaf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal dari tulisan yang terkumpul dari kepingan-kepingan  batu, pelepah kurma dan  kulit-kulit binatang. Adapun latar belakangnya karena banyak Huffaz yang gugur.
Pengumpulan Mushaf pada masa Usman bin Affan adalah menyalin kembali Mushaf yang telah tersusun pada masa Abu Bakar ra, dengan tujuan untuk di kirimkan ke seluruh Negara islam. Latar belakangnya  adalah perbedaan dalam hal membaca al-Quran.

4.      Tokoh Ilmuwan Ilmu-ilmu Al-Qur’an
Adapun tokoh tokoh-tokoh ilmuan ilmu-ilmu Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
a.       H. M. Quraish Shihab dengan bukunya  Mahkota Tuntutan Ilahi yang isinya adalah tafsir Surat Al-Fatihah. Dan bukunya yang lain, Membumikan Al-Qur’an dan wawasan Al-Qur’an, yang diterbitkan pada tahun 90-an berisi pembahasan tentang berbagai masalah social kemasyarakatan dengan menggunakan metode tematik.
b.       Ahmad Al-Syarbashi. Beliau menghimpun dan menambah penjelasan dari majalah Al-manar kedalam sebuah tafsir yang diberi nama Tafsir Al-Manar.
c.       Syaikh Muhammad Al-Ghazali, beliau dikenal sebagai tokoh pemikir islam abad modern yang produktif. Banyak hasil penelitian yang ia lakukan, antara lain yang berjudul Berdialog Dengan Al-Qur’an. Dalam buku tersebut dijelaskan macam-macam metode memahami Al-Qur’an, bagaimana memahami Al-Qur’an, peran ilmu-imu social dan kemanusiaan dalam memahami Al-Qur’an.
d.      Amin Abdullah, dalam bukunya yang berjudul Studi Islam.
e.       Aisyah Abd Rahman bint Al-Syati’, dalam tafsirnya  yaitu al-Tafsir al-Bayan li Al-Qur’an al-Karim.[2]




5.      Corak dan Metodologi Penafsiran Al-Qur’an
Menurut hasil penelitian, bermacam-macam metodologi tafsir dan coraknya telah diperkenalkan dan diterapkan oeh pakar-pakar Al-Qur’an. Metode penafsiran Al-Qur’an tersebut secara garis besar dapat dibagi dua bagian yaitu corak ma’tsur (riwayat) dan corak penalaran. Kedua macam metode ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)    Corak Ma’tsur
Kalau kita mengamati metode penafsiran sahabat-sahabat nabi Saw., ditemukan bahwa pada dasarnya setelah gagal menemukan penjelasan Nabi Saw., merekan merujuk kepada penggunaan bahasa dan syair-syir Arab. Cukup banyak contoh yang dapat dikemukakan tentang hal ini, misalnya Umar Ibn Al-Khathab pernah bertanya tentang arti takhawwuf dalam firman Allah:
÷rr& óOèdxäzù'tƒ 4n?tã 7$qsƒrB  ÇÍÐÈ  
Artinya: Atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). (QS: An Nahl:47)
Seorang Arab dari kabilah Huzail menjelaskan artinya adalah “pengurangan”. Arti ini berdasarkan penggunaan bahasa yang dibuktikan dengan syair pra Islam. Umar ketika itu puas dan menganjurkan untuk mempelajari syair-syair tersebut dalam rangka memahami Al-Qur’an.
Setelah masa sahabat pun, para tabiin dan atba-altabiin masih mengandalkan metode periwayatan dan kebahasaan seperti sebelumnya. Kalaulah kita berpendapat bahwa Al-Farra (w.07) merupakan orang pertama yang mendiktekan tafsirnya ma’ani Qur’an, dari tafsirnya kita dapat melihat bahwa factor kebahasaan menjadi landasan yang sangat pokok. Demikian pula Al-Thabari (w.310 H) yang memadukan antara riwayat dan bahasa.

Metode ma’tsur (riwayat) tersebut memiliki keistimewaan antara lain:
a.  Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Al-Qur’an.
b.  Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya.
c.  Mengikat mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat sehingga membatasinya terjerumus dalam subjektifitas berlebihan.
Sedangkan kelemahannya antara lain:
a.  Terjerumusnya sang mufasir kedalam uraian kebahasaan dan kesusastraan yang bertele-tele sehingga pesan pokok Al-Qur’an menjadi kabur uraian tersebut.
b.  Sering kali konteks turunnya ayat (uraian asbabun nuzul) atau sisi kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian nasih mansukh hamper dapat dikatakan terabaikan sama sekali, sehingga ayat-ayat tersebut bagaikan turun bukan dalam satu masa atau berada ditengah-tengah masyarakat tanpa budaya.

2)    Metode Penalaran : Pendekatan dan Corak-coraknya
Banyak cara, pendekatan dan corak tafisr yang mengandalkan nalar, sehingga akan sangat luas pembahasannya apabila kita bermaksud menelusurinya satu persatu. Untuk itu, agaknya akan lebih mudah dan efisien, bila bertitik tolak dari pandangan Al-Farmawi yang membagi metode tafsir yang bercorak penalaran ini kepada empat macam metode, yaitu tahlily, ijmaly muqarin dan maudlu’iy. Keempat macam metode penafsiran yang bertitik tolak pada penalaran ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.       Metode tahlily
Metode tahlily adalah satu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana yang tercantum didalam mushaf. Dalam hubungan ini mufassir mulai dari ayat ke ayat berikutnya, atau dari surat ke surat berikutnya dengan mengikuti urutan ayat atau surat sesuai dengan termaktub di dalam mushhaf.
Setelah semua langkah tersebt sudah ditempuh, mufassir tahlily lalu menjelaskan seluruh aspek dari semua penafsiran dan penjelasannya diatas dan kemudan ia memberikan penjelasan final mengenai isi dan maksud ayat Al-Qur’an tersebut.
     Kelebihan metode ini antara lain:
1.      Adanya potensi untuk memperkaya arti kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosakata ayat, syair-syair kuno dan kaidah-kaidah ilmu nahwu .
2.      Analisis ayat dilakukan secara mendalam sejalan dengan keahlian, kemampuan dan kecenderungan mufassir.
3.      Penafsiran menyangkut segala aspek yang dapat ditemukan oleh mufassir dalam setiap ayat.
Adapun kelemahan metode ini, yaitu walaupun dinilai luas, namun tidak menyelesaikan pokok bahasan, karena seringkali satu pokok bahasan diuraikan sisinya atau kelanjutannya pada ayat lain.

b.      Metode Ijmali
Metode ijmali atau disebut juga dengan metode global adalah cara menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global. Dengan metode ini seorang mufassir cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar saja.

c.       Metode Muqarin
Metode muqarin adalah suatu metode tafsir Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat Al-Qur’an yang satu dengan lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang  berbeda, dan atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah atau kasus yang sama atau diduga sama, dan atau tamembandingkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan hadis-hadis nabi yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran AL-Qur’an.

d.      Metode Maudlu’iy
Salah satu pesan Ali bin Abi Thalib adalah : “ Ajaklah Al-Qur’an berbicara atau biarkan ia menguraikan maksudnya”. Pesan ini antara lain mengharuskan penafsir merujuk kepada Al-Qur’an dalam rangka memahami kandungannya. Dari sini lahir metode maudlu’iy dimana mufassirnya berupa menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai surat yang berkaitan dengan persoalan atau topic yan ditetapkan sebelumnya. Kemudian penafsir membahas dan menganalisis kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.[3]

6.      Perkembangan Mutakhir dalam Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an
Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali perhatian ulama menyusun kitab-kitab yang membahas al-Alquran dari berbagai segi dan macam Ilmu al-Alquran, di antara mereka itu ialah:

1.      Thahir al-Jazairi menyusun kitab Al-Tibyan fi Ulumil Quran yang selesai tahun 1335 H.
2.      Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H) menyusun kitab Mahasinut Ta’wil.
3.      Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani menyusun kitab Manahilul Irfan fi Ulumil quran (2 jilid).
4.      Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqan fi Ulumil quran.
5.      Thanthawi Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Alquran dan Alquran wal Ulumul Ashriyah.
6.      Muhmmad Shadiq al-Rafi’i menyusun I’jazul Quran.
7.      Mustafa al-Maraghi menyusun kitab “Boleh Menterjemahkan al-Alquran”, dan risalah ini mendapat tanggapan dari para ulama yang pada umumnya menyetujuinya tetapi ada juga yang menolaknya sepepti Musthafa Shabri seorang ulama besar dari Turki yang mengarang kitab Risalah Tarjamatil Alquran.
8.      Said Qutub mengarang kitab al-Tashwitul Fanni fil Alquran dan kitab Fi Dzilalil quran.
9.      Sayyid Muhammad Rasid Ridha mengarang kitab Tafsir al-Alquranul Hakim. Kitab ini selain menafsipkan al-Alquran secara ilmiyah, juga membahas Ulum Alquran.
10.  DR. Muhammad Abdullah Darraz, seorang Gupu Besar al-Azhar univepsity yang diperbantukan di Perancis mengarang kitab al-Naba’al `Adzim, Nadzarratun Jadidah fil Alquran.
Lahirnya istilah Ulumul Alquran sebagai salah satu ilmu yang lengkap dan menyeluruh tentang Alquran, menurut para penulis Sejarah Ulumul Alquran pada umumnya berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. sedang menurut al­Zarqani istilah itu lahir pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulumil Alquran. Kemudian pendapat tersebut dikoreksi oleh Shubhi al-Shalih, bahwa istilah Ulum Alquran sebagai suatu ilmu sudah ada pada abad III H oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) dalam kitabnya al-Hawi fi Ulumil Qur’an. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah Ulumul Alquran sebagai suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H)  pada abad III H. Kemudian diikuti oleh al-Huff (w. 430 H) pada abad V H. Kemudian dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597 H) pada abad VI H. Kemudian ditepuskan oleh al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H. Kemudian disempurnakan oleh al­Zarkasyi (w.794 H) pada abad VIII H. Kemudian ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini (w.824 H) dan al-Kafyaji (w.879 H) pada abad IX H. Dan akhirnya disempumakan lagi oleh al-Suyuti pada akhir abad IX dan awal abad X H. Pada pepiode tepakhir inilah sebagai puncak karya ilmiyah seopang ulama dalam bidang Ulum Alquran, sebab setelah al-Suyuti maka berhentilah kemajuan Ulumul Quran sampai akhir abad XIII H.

Namun pada abad XIV H sampai sekarang ini mulai bangkit kembali aktifitas para ulama dan sarjana Islam untuk menyusun kitab-kitab tentang Alquran, baik yang membahas ulumul Quran maupun yang membahas salah satu cabang dari Ulum Quran.



BAB III
PENUTUP
a.      Simpulan
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat islam yang di amanahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk di ajarkan kepada manusia atau kepada umatnya. Al-Qur’an memiliki berbagai bagian-bagian pengetahuan guna untuk mempermudah dalam mempelajari Al-Qur’an itu sendiri seperti asbabun-nuzul yang mempelajari tentang sebab-sebab turunnya Al-Qur’an, Qira’atul Qur’an yang mempelajari tentang penulisan dan bacaan al-qur’an.
Al-Qur’an memiliki sejarah perkembangannya sendiri, mulai dari sejarah turunnya hingga sejarah kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan guna antisipasi akan hilang atau lenyapnya bacaan Al-Qur’an dada manusia.

b.      Saran
Mari kita mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an agar kita dapat memahami Al-Qur’an secara maksimal. Tidak mungkin kita mampu memahami Al-Qur’an begitu saja tanpa adanya proses pembelajaran yang dilalui. Tidak mesti harus di tempat formal bagi kita batu bisa mempelajari Al-Qur’an, melainkan di tempat non formal juga bisa kita dapatkan ilmu-ilmu dalam pembelajaran Al-Qur’an




DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Muchotob (2003). Studi Al-Qur'an Komprehensif. Yogyakarta: Gama Media
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada




[1] Dikutip dari sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Qur%27an
[2] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet. 19, hlm.223-230
[3] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet. 19, hlm.217-222

Comments

Popular posts from this blog

ALAT PERAGA DAN MEDIA PEMBELAJARAN

untuk versi word klik di sini BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Jika kita melihat dinamika kehidupan ini, kita sudah tentu pasti melihat bahwa dunia ini terus mengalami perubahan demi perubahan. Perubahan tersebut adalah cenderung perubahan yang membawa ke hal yang lebih baik dari sebelumnya. Kita misalkan saja pada masalah teknologi yang semakin berkembang pesat menjadikan kita dituntut untuk mampu mengikuti arus tersebut. Mengikuti arus perkembangan zaman sangat perlu kita lakukan agar kita tidak termasuk orang yang tertinggal yang disebut kuno. Terkhusus untuk perkembangan teknologi, perkembangan ini sangat mempengaruhi berbagai bidang kehidupan kita di dunia hampir pada seluruh aspek kehidupan kita, baik itu dalam bidang sosial, budaya dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia pendidikan, kita sangat membutuhkan teknologi demi kemajuan pendidikan yang lebih baik daripada sebelumnya. Dengan masuknya teknologi dalam dunia pendidikan, lembaga atau instansi pendidikan

Sistem Numerasi

Untuk versi word lebih jelas :), klik di sini BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang             Konsep bilangan dan pengembangannya menjadi sistem angka muncul jauh sebelum adanya pencatatan sejarah, sehingga evolusi dari sistem itu hanyalah merupakan dugaan semata. Petunjuk mengenai awal manusia mengenal hitungan ditemukan oleh arkeolog Karl Absolom pada tahun 1930 dalam sebuah potongan tulang serigala yang diperkirakan berumur 30.000 tahun. Pada potongan tulang itu ditemukan goresan-goresan kecil yang tersusun dalam kelompok-kelompok yang terdiri atas lima, seperti lllll lllll lllll. Sehingga  tidak diragukan lagi bahwa orang-orang primitif sudah memiliki pengertian tentang bilangan dan mengerjakannya dengan metode ijir (tallies), menurut suatu cara korespondensi satu-satu. Ijir adalah sistem angka yang berlambangkan tongkat tegak.             Jadi dapat kita buktikan bahwa orang orang terdahulu telah mengenal tulisan namun mereka tikak menggunakanangka untuk menghitung

Makalah Kurikulum 1994

untuk versi word klik di sini BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Kurikulum adalah suatu hal yang esensial dalam suatu penyelenggaraan pendidikan. Secara sederhana, kurikulum dapat dimengerti sebagai suatu kumpulan atau daftar pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik komplit dengan cara pemberian nilai pencapaian belajar di kurun waktu tertentu. Kurikulum harus mampu mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang berbeda secara individual, baik ditinjau dari segi waktu maupun kemampuan belajar. Oleh karena itu, merumuskan suatu kurikulum sudah barang tentu bukan perkara gampang. Banyak faktor yang menentukan dalam proses lahirnya sebuah kurikulum. Dalam merancang kurikulum biasanya dibentuk suatu tim kerja khusus yang dapat berupa lembaga resmi, misalnya seperti Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Kurikulum sampai saat ini sebagai satu-satunya lembaga resmi bermandat menelurkan kurikulum bagi sekolah penyelenggara pendidikan nasional Indonesia. T